Di sebuah jalan raya, terlihat ada seorang pemuda belia, berkulit
coklat, berotot kuat, di tangannya sebuah tongkat keras, yang dia
gunakan untuk memukuli seorang laki-laki tua yang telah berusia enam
puluh tahun. Orang tua itu berbadan kurus, diam tidak mengaduhkan
pukulan tersebut. Orang-orang di sekitarnya berkerumun melihat mereka
berdua, bermaksud hendak membebaskannya.
Salah seorang dari mereka
berkata kepada pemuda itu, “Mengapa kamu memukuli orang tua malang ini?
Tidakkah kamu takut kepada Allah?” Orang yang lain berkata, “Apa yang
telah diperbuatnya sehingga kamu memukulinya dengan keras seperti ini?”
Akan
tetapi pemuda itu terus memukuli orang tua tersebut dan tidak menoleh
sedikit pun kepada mereka. Orang yang lain lagi berkata, “Tidakkah kamu
takut kalau ada seseorang yang memukuli ayahmu seperti ini?”
Kemudian
orang (yang terakhir) itu menoleh kepada orang-orang di sekitarnya dan
mengatakan kepada mereka, “Kalian harus mengadukan pemuda ini kepada
ayahnya, barangkali dia akan menegur dan memarahinya. Siapa yang
mengetahui ayah dari pemuda yang kejam ini?”
Tiba-tiba ada seorang
laki-laki yang terlihat memiliki wibawa dan kehormatan. Dia berkata
dengan tenang, “Aku tahu pemuda ini, dan aku tahu siapa ayahnya.
Sesungguhnya pemuda itu sedang memukuli ayahnya. Orang tua malang yang
dipukulinya ini adalah ayahnya sendiri.” Mendengar hal itu orang-orang
tercengang, raut wajah mereka berubah karena keterheranan yang amat
sangat.
Sungguh aneh, bagaimana mungkin ada seorang anak yang
memukuli ayahnya sendiri dengan kejam seperti ini? Mereka pun menyerang
pemuda itu dan membebaskan sang ayah dari pukulan anaknya. Namun sambil
terengah-engah, ayahnya berkata, “Biarkan aku, sungguh Allah Ta’ala
telah membalasku. Dahulu ketika aku masih muda, aku pernah memukuli
ayahku sama seperti ini, hanya karena dia meminta sebagian uang dariku.”
Orang-orang merasa takjub karena keadilan Allah Ta’ala. Allah
berfirman,artinya, ”Dan sekali-sekali tidaklah Rabbmu menganiaya
hamba-hamba(Nya).” (Fushshilat: 46). ( Aqibah Uquq al-Walidain, hal.
130-131.)
Sumber
Subscribe to:
Post Comments (Atom)