Nabi Zakaria tiap
hari sebagai tugas rutin pergi ke mihrab besar melakukan sembahyang
serta menjenguk Maryam anak iparnya yang diserahkan kepada mihrab oleh
ibunya sesuai dengan nadzarnya sewaktu ia masih dalam kandungan. Dan
memang Zakarialah yang ditugaskan oleh para pengurus mihrab untuk
mengawasi Maryam sejak ia diserahkan oleh ibunya. Tugas pengawasan atas
diri Maryam diterima oleh Zakaria melalui undian yang dilakukan oleh
para pengurus mihrab di kala menerima bayi Maryam yang diserahkan
pengawasannya kepadanya itu adalah anak saudara isterinya sendiri yang
hingga saat itu belum dikurniai seorang anak pun oleh Tuhan.
Suatu peristiwa
yang sangat menakjubkan dan menghairankan Zakaria telah terjadi pada
suatu hari ketika ia datang ke mihrab sebagaimana biasa. Ia melihat
Maryam disalah satu sudut mihrab sedang tenggelam dalam sembahyangnya
sehingga tidak menghiraukan bapa saudaranya yang datang menjenguknya. Di
depan Maryam yang sedang asyik bersembahyang itu terlihat oleh Zakaria
berbagai jenis buah-buahan musim panas. Bertanya-tanya Nabi Zakaria
dalam hatinya, dari mana datangnya buah-buahan musim panas ini, padahal
mereka masih berada dalam musim dingin. Ia tidak sabar menanti anak
saudaranya selesai sembahyang, ia lalu mendekatinya dan menegur bertanya
kepadanya: "Wahai Maryam, dari manakah engkau dapat ini semua?"
Maryam menjawab:
"Ini adalah pemberian Allah yang aku dapat tanpa kucari dan aku minta.
Diwaktu pagi dikala matahari terbit aku mendapatkan rezekiku ini sudah
berada didepan mataku, demikian pula bila matahari terbenam di waktu
senja. Mengapa bapa saudaranya merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah
berkuasa memberikan rezekinya kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa
perhitungan?"
Maryam binti Imran
Maryam yang
disebut-sebut dalam kisah Zakaria adalah anak tunggal dari Imran seorang
daripada pemuka-pemuka dam ulama Bani Isra'il. Ibunya saudara ipar dari
Nabi Zakaria adalah seorang perempuan yang mandul yang sejak
bersuamikan Imran belum merasa berbahagia jika belum memperoleh anak. Ia
merasa hidup tanpa anak adalah sunyi dan membosankan. Ia sangat
mendambakan keturunan untuk menjadi pengikat yang kuat dalam kehidupan
bersuami-isteri, penglipur duka dan pembawa suka di dalam kehidupan
keluarga. Ia sangat akan keturunan sehingga bila ia melihat seorang ibu
menggandung bayinya atau burung memberi makan kepada anaknya, ia merasa
iri hati dan terus menjadikan kenangan yang tak kunjung lepas dari
ingatannya.
Tahun demi tahun
berlalu, usia makin hari makin lanjut, namun keinginan tetap tinggal
keinginan dan idam-idaman tetap tidak menjelma menjadi kenyataan.
Berbagai cara dicubanya dan berbagai nasihat dan petunjuk orang
diterapkannya, namun belum juga membawa hasil. Dan setelah segala daya
upaya yang bersumber dari kepandaian dan kekuasaan manusia tidak membawa
buah yang diharapkan, sedarlah isteri Imran bahawa hanya Allah tempat
satu-satunya yang berkuasa memenuhi keinginannya dan sanggup
mengurniainya dengan seorang anak yang didambakan walaupun rambutnya
sudah beruban dan usianya sudah lanjut. Maka ia bertekad membulatkan
harapannya hanya kepada Allah bersujud siang dan malam dengan penuh
khusyuk dan kerendahan hati bernadzar dan berjanji kepada Allah bila
permohonannya dikalbulkan, akan menyerahkan dan menghibahkan anaknya ke
Baitul Maqdis untuk menjadi pelayan, penjaga dan memelihara rumah suci
itu dan sesekali tidak akan mengambil manfaat dari anaknya untuk
kepentingan dirinya atau kepentingan keluarganya.
Harapan isteri
Imran yang dibulatkan kepada Allah tidak tersia-sia. Allah telah
menerima permohonannya dan mempersembahkan doanya sesuai dengan apa yang
telah disuratkan dalam takdir-Nya bahwa dari suami isteri Imran akan
diturunkan seorang nabi besar. Maka tanda-tanda permulaan kehamilan yang
dirasakan oleh setiap perempuan yang mengandung tampak pada isteri
Imran yang lama kelamaan merasa gerakan janin di dalam perutnya yang
makin membesar. Alangkah bahagia si isteri yang sedang hamil itu, bahawa
idam-idamannya itu akan menjadi kenyataan dan kesunyian rumah tangganya
akan terpecahlah bila bayi yang dikandungkan itu lahir. Ia bersama
suami mulai merancang apa yang akan diberikan kepada bayi yang akan
datang itu. Jika mereka sedang duduk berduaan tidak ada yang
diperbincangkan selain soal bayi yang akan dilahirkan. Suasana suram
sedih yang selalu meliputi rumah tangga Imran berbalik menjadi riang
gembira, wajah sepasang suami isteri Imaran menjadi berseri-seri tanda
suka cita dan bahagia dan rasa putus asa yang mencekam hati mereka
berdua berbalik menjadi rasa penuh harapan akan hari kemudian yang baik
dan cemerlang.
Akan tetapi
sangat benarlah kata mutiara yang berbunyi: "Manusia merancang, Tuhan
menentukan. Imran yang sangat dicintai dan sayangi oleh isterinya dan
diharapkan akan menerima putera pertamanya serta mendampinginya dikala
ia melahirkan , tiba-tiba direnggut nyawanya oleh Izra'il dan
meninggallah isterinya seorang diri dalam keadaan hamil tua, pada saat
mana biasanya rasa cinta kasih sayang antara suami isteri menjadi makin
mesra.
Rasa sedih yang
ditinggalkan oleh suami yang disayangi bercampur dengan rasa sakit dan
letih yang didahului kelahiran si bayi, menimpa isteri Imran di
saat-saat dekatnya masa melahirkan. Maka setelah segala persiapan untuk
menyambut kedatangan bayi telah dilakukan dengan sempurna lahirlah ia
dari kandungan ibunya yang malang menghirup udara bebas. Agak kecewalah
si ibu janda Imran setelah mengetahui bahawa bayi yang lahir itu adalah
seorang puteri sedangkan ia menanti seorang putera yang telah dijanjikan
dan bernadzar untuk dihibahkan kepada Baitulmaqdis. Dengan nada kecewa
dan suara sedih berucaplah ia seraya menghadapkan wajahnya ke atas:
"Wahai Tuhanku, aku telah melahirkan seorang puteri, sedangkan aku
bernadzar akan menyerahkan seorang putera yang lebih layak menjadi
pelayan dan pengurus Baitulmaqdis. Allah akan mendidik puterinya itu
dengan pendidikan yang baik dan akan menjadikan Zakaria, iparnya dan
bapa saudara Maryam sebagai pengawas dan pemeliharanya.
Demikianlah maka
tatkala Maryam diserahkan oleh ibunya kepada pengurus Baitulmaqdis, para
rahib berebutan masing-masing ingin ditunjuk sebagai wali yang
bertanggungjawab atas pengawasan dan pemeliharaan Maryam. Dan kerana
tidak ada yang mahu mengalah, maka terpaksalah diundi diantara mereka
yang akhirnya undian jatuh kepada Zakaria sebagaimana dijanjikan oleh
Allah kepada ibunya.
Tindakan pertama
yang diambil oleh Zakaria sebagai petugas yang diwajibkan menjaga
keselamatan Maryam ialah menjauhkannya dari keramaian sekeliling dan
dari jangkauan para pengunjung yang tiada henti-hentinya berdatangan
ingin melihat dan menjenguknya. Ia ditempatkan oleh Zakaria di sebuah
kamar diatas loteng Baitulmaqdis yang tinggi yang tidak dapat dicapai
melainkan dengan menggunakan sebuah tangga.Zakarian merasa bangga dan
bahagia beruntung memenangkan undian memperolehi tugas mengawasi dan
memelihara Maryam secara sah adalah anak saudaranya sendiri. Ia
mencurahkan cinta dan kasih sayangnya sepenuhnya kepada Maryam untuk
menggantikan anak kandungnya yang tidak kunjung datang. Tiap ada
kesempatan ia datang menjenguknya, melihat keadaannya, mengurus
keperluannya dan menyediakan segala sesuatu yang membawa ketenangan dan
kegembiraan baginya. Tidak satu hari pun Zakaria pernah meninggalkan
tugasnya menjenguk Maryam.
Rasa cinta dan
kasih sayang Zakaria terhadap Maryam sebagai anak saudra isterinya yang
ditinggalkan ayahnya meningkat menjadi rasa hormat dan takzim tatkala
terjadi suatu peristiwa yang menandakan bahawa Maryam bukanlah gadis
biasa sebagaimana gadis-gadis yang lain, tetapi ia adalah wanita pilihan
Allah untuk suatu kedudukan dan peranan besar di kemudian hari.
Pada suatu hari
tatkala Zakaria datang sebagaimana biasa, mengunjungi Maryam, ia
mendapatinya lagi berada di mihrabnya tenggelam dalam ibadah berzikir
dan bersujud kepada Allah. Ia terperanjat ketika pandangan matanya
menangkap hidangan makanan berupa buah-buahan musim panas terletak di
depan Maryam yang lagi bersujud. Ia lalu bertanya dalam hatinya, dari
manakah gerangan buah-buahan itu datang, padahal mereka masih lagi
berada pada musim dingin dan setahu Zakaria tidak seorang pun selain
dari dirinya yang datang mengunjungi Maryam. Maka ditegurlah Maryam
tatkala setelah selesai ia bersujud dan mengangkat kepala: "Wahai
Maryam, dari manakah engkau memperolehi rezeki ini, padahal tidak
seorang pun mengunjungimu dan tidak pula engkau pernah meninggalkan
mihrabmu? Selain itu buah-buahan ini adalah buah-buahan musim panas yang
tidak dapat dibeli di pasar dalam musim dingin ini."
Maryam menjawab:
"Inilah peberian Allah kepadaku tanpa aku berusaha atau minta. Dan
mengapa engkau merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah Yang Maha
Berkuasa memberikan rezekinya kepada sesiapa yang Dia kehendaki dalam
bilangan yang tidak ternilai besarnya?"
Demikianlah Allah
telah memberikan tanda pertamanya sebagai mukjizat bagi Maryam, gadis
suci, yang dipersiapkan oleh-Nya untuk melahirkan seorang nabi besar
yang bernama Isa Almasih a.s.
Kisah lahirnya
Maryam dan pemeliharaan Zakaria kepadanya dapat dibaca dalam Al-Quran
surah Ali Imran ayat 35 hingga 37 dan 42 hingga 44.