Tuesday, 31 January 2012

Ukhuwwah

Ini adalah sebuah kisah tentang kepemimpinan Ali ibn Abi Thalib dalam
Khulafaurrasyidin yang sangat patut kita teladani.

Tidak ada khalifah yang paling mencintai ukhuwwah, ketika orang
berusaha menghancurkannya, seperti Ali ibn Abi Thalib. Baru saja dia
memegang tampuk pemerintahan, beberapa orang tokoh sahabat melakukan
pemberontakan. Dua orang di antara pemimpin Muhajirin meminta izin
untuk melakukan umrah. Ternyata mereka kemudian bergabung dengan
pasukan pembangkang. Walaupun menurut hukum Islam pembangkang harus
diperangi,

Tuesday, 24 January 2012

Energi Pelukan

Suatu hari di gua Hira, Muhammad SAW tengah ber’uzlah, beribadah kepada Rabbnya. Telah sekian hari ia lalui dalam rintihan, dalam doa, dalam puja dan harap pada Dia Yang Menciptanya. Tiba-tiba muncullah sesosok makhluk dalam ujud sesosok laki-laki. “Iqra!” katanya.
Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak dapat membaca!” Laki-laki itu merengkuh Muhammad ke dalam pelukannya, kemudian mengulang kembali perintah “Iqra!” Muhammad memberikan jawaban yang sama dan peristiwa serupa pun terulang hingga tiga kali. Setelah itu, Muhammad dapat membaca kata-kata yang diajarkan lelaki itu. Di kemudian hari, kata-kata itu menjadi wahyu pertama yang yang diturunkan Allah kepada Muhammad melalui Jibril, sang makhluk bersosok laki-laki yang menemui Muhammad di gua Hira.

Thursday, 19 January 2012

Terbunuhnya Jin ‘Uzza

أَخْبَرَنَا عَلِي بْنِ الْمُنْذِرِ قَالَ حَدَثَنَا بْن فُضَيْلٍ قَالَ حَدَثَنَا الْوَلِيْدُ بْنُ جميعٍ عَنْ أَبِي الطُفَيْلِ قَالَ : لمَاَّ فَتَحَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَمَّ مَكَّةَ بَعَثَ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيْدِ إِلَى نخَلْةَ ٍوَكَانَتْ بِهَا الْعُزَّى فَأَتَاهَا خَالِدٌ وَكَانَتْ عَلَى ثَلَاثِ سَمُرَاتٍ فَقَطَعَ السَّمُرَاتِ وَهَدَمَ الْبَيْتَ الَّذِي كَانَ عَلَيْهَا ثُمَّ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ ارْجِعْ فَإِنَّكَ لَمْ تَصْنَعْ شَيْئًا فَرَجَعَ خَالِدٌ فَلَمَّا أَبْصَرَتْ بِهِ السدنة وَهُمْ حجبتها أَمْعَنُوْا فِي الْجَبَلِ وَهُمْ يَقُوْلُوْنَ يَا عُزَّى فَأَتَاهَا خَالِدٌ فَإِذَا هِيَ امْرَأَةٌ عُرْيَانَةٌ ناَشِرَةُ شَعْرِهَا تَحْتَفِنُ التُّرَابَ عَلَى رَأْسِهَا فَعَمَمَهَا بِالسَّيْفِ حَتَّى قَتَلَهَا ثُمَّ رَجَعَ إِلَى النَّبِيِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ تِلْكَ العُزَّى
Dari Abu Al-Thufail, beliau bercerita, “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau mengutus Khalid bin al Walid ke daerah Nakhlah, tempat keberadaan berhala ‘Uzza.

Wednesday, 18 January 2012

Aminah Bunda Rasulullah s.a.w

Seorang wanita berhati mulia, pemimpin para ibu. Seorang ibu yang telah menganugerahkan anak tunggal yang mulia pembawa hidayah. Dialah Aminah biti Wahab. Ibu dari Muhammad bin Abdullah yang diutus Allah sebagai rahmat seluruh alam. Cukuplah baginya kemuliaan dan kebangggaan yang tidak dapat dipungkiri, bahwa Allah azza wa jalla memilihnya sebagai ibu seorang rasul mulia dan nabi yang terakhir.
Berkatalah Muhammad puteranya tentang nasabnya. ” Allah telah memilih aku dari Kinanah, dan memilih Kinanah dari suku Quraisy bangsa Arab. Aku berasal dari keturunan orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik, dari orang-orang yang baik.”

Tuesday, 17 January 2012

Kisah-kisah di Balik Keajaiban Shalat Hajat

Mereka yang mendapatkan keajaiban Shalat Hajat
A. Menghidupkan Keledai yang Mati
Diriwayatkan dari Abu Sirah an-Nakh’iy, dia berkata, “Seorang laki-laki menempuh perjalanan dari Yaman. Di tengah perjalan keledainya mati, lalu dia mengambil wudhu kemudian shalat dua rakaat, setelah itu berdoa. Dia mengucapkan, “Ya Allah, sesungguhnya saya datang dari negeri yang sangat jauh guna berjuang di jalan-Mu dan mencari ridha-Mu. Saya bersaksi bahwasanya Engkau menghidupkan makhluk yang mati dan membangkitkan manusia dari kuburnya, janganlah Engkau jadikan saya berhutang budi terhadap seseorang pada hari ini. Pada hari ini saya memohon kepada Engkau supaya membangkitkan keledaiku yang telah mati ini.” Maka, keledai itu bangun seketika, lalu mengibaskan kedua telinganya.” (HR Baihaqi; ia mengatakan, sanad cerita ini shahih)

Sunday, 15 January 2012

Lima Wasiat Abu Bakar Ash-Shiddiq

Sahabat Rasul SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq, berkata, ”Kegelapan itu ada lima dan pelitanya pun ada lima. Jika tidak waspada, lima kegelapan itu akan menyesatkan dan memerosokkan kita ke dalam panasnya api neraka. Tetapi, barangsiapa teguh memegang lima pelita itu maka ia akan selamat di dunia dan akhirat.”
Kegelapan pertama adalah cinta dunia (hubb al-dunya). Rasulullah bersabda, ”Cinta dunia adalah biang segala kesalahan.” (HR Baihaqi). Manusia yang berorientasi duniawi, ia akan melegalkan segala cara untuk meraih keinginannya. Untuk memeranginya, Abu Bakar memberikan pelita berupa takwa. Dengan takwa, manusia lebih terarah secara positif menuju jalan Allah, yakni jalan kebenaran.
Kedua, berbuat dosa. Kegelapan ini akan tercerahkan oleh taubat nashuha (tobat yang sungguh-sungguh). Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya bila seorang hamba melakukan dosa satu kali, di dalam hatinya timbul satu titik noda. Apabila ia berhenti dari berbuat dosa dan memohon ampun serta bertobat, maka bersihlah hatinya. Jika ia kembali berbuat dosa, bertambah hitamlah titik nodanya itu sampai memenuhi hatinya.” (HR Ahmad). Inilah al-roon (penutup hati) sebagaimana disebutkan dalam QS Al-Muthaffifin (83) ayat 14.
Ketiga, kegelapan kubur akan benderang dengan adanya siraj (lampu penerang) berupa bacaan laa ilaaha illallah, Muhammad Rasulullah. Sabda Nabi SAW, ”Barangsiapa membaca dengan ikhlas kalimat laa ilaaha illallah, ia akan masuk surga.” Para sahabat bertanya, ”Wahai Rasulallah, apa wujud keikhlasannya?” Beliau menjawab, ”Kalimat tersebut dapat mencegah dari segala sesuatu yang diharamkan Allah kepada kalian.”
Keempat, alam akhirat sangatlah gelap. Untuk meneranginya, manusia harus memperbanyak amal shaleh. QS Al-Bayyinah (98) ayat 7-8 menyebutkan, orang yang beramal shaleh adalah sebaik-baik makhluk, dan balasan bagi mereka adalah surga ‘Adn. Mereka kekal di dalamnya.
Kegelapan kelima adalah shirath (jembatan penyeberangan di atas neraka) dan yaqin adalah penerangnya. Yaitu, meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati segala hal yang gaib, termasuk kehidupan setelah mati (eskatologis). Dengan keyakinan itu, kita akan lebih aktif mempersiapkan bekal sebanyak mungkin menuju alam abadi (akhirat). Demikian lima wasiat Abu Bakar. Semoga kita termasuk pemegang kuat lima pelita itu, sehingga menyibak kegelapan dan mengantarkan kita ke kebahagiaan abadi di surga. Amin. (Nur Iskandar, Republika, Hikmah )

Saturday, 14 January 2012

Jumlah Bukan Segalanya

Dalam islam, Jumlah bukanlah penentu segala galanya. Betapa banyak, golongan yang lebih kecil mengalahkan golongan yang lebih besar. Peristiwa peristiwa sejarah dan kegemilangan islam masa lampau,menunjukkan betapa umat islam yang berjumlah kecil, bisa mengalahkan pasukan musuh yang berjumlah lebih besar bahkan jauh berlipat lipat. Siapa yang menyangsikan kekuatan iman para sahabat ? Siapa yang menyangsikan kelurusan tauhid dan ketinggian para sahabat yang mulia ? Rupanya disinialah kuncinya pertolongan ALLAH. Ketika keimanan sangat tinggi, keyakinan akan pertolongan Allah begitu besar dan tidak bergantung kepada selain Allah, kekuatan pasukan muslim menjadi berlipat ganda. Allah menurunkan pasukannya dan menggentarkan hati hati musuh musuh islam sehingga dapat kita lihat bagaimana di Badar kaum kafir Qura’is terkalahkan.
Dalam sejarah sejarah islam terdahulu, sungguh kita dapati bagaimana generasi terbaik umat ini berjuang untuk menegakkan agama islam. Sebagian besar peperangan yang dilaluinya jumlah pasukan kaum muslimin lebih kecil dari pada musuh nya. Rupanya para sahabat memang tidak menganggap bahwa jumlahlah penentu kemenangan. Bahkan dalam perang hunain, ketika seorang prajuruit merasa akan menang karena jumlah mereka yang besar, ternyata pasukan islam malah kocar kacir. Terbukti bahwa jumlah memang bukan penentu.
Bulan jumadil’ awal 8 H, rosulullah memberangkatkan 3000 orang pasukan ke Syiria. Zaid bin haritsah ditunjuk sebagai panglima perang, dengan instruksi jika Zaid gugur, penggantinya adalah Ja’far bin Abu Thalib. Jika Ja’far gugur penggantinya adalah Abdullah bin Rawahah.
Sampai di daearah Ma’an kaum muslim mengetahui bahwa kekuatan musuh mencapai 200 ribu terdiri dari 100 ribu tentara Romawi dan 100 ribu orang Nasrani keturunan Arab dari berbagai kabilah. Subhanallah, bagaimana 3000 orang akan melawan 200.000 pasukan? Logika saja mengatakan 1 orang harus menghadapi 1 : 60 – 70 Pasukan musuh.
Selama 2 hari kamu muslim bermusyawarah tentang kondisi yang mereka hadapi. Ada yang mengusulkan agar mereka mengirimkan surat kepada Rosulullah, mereka berharap rosulullah mengirimkan pasukan tambahan. Namun Abdullah bin Rawahah tidak setuju dan berseru dengan semangat menyala “ Wahai manusia, apa yang tidak kalian sukai dalam pertempuran ini, justru yang selama ini kalian cari yaitu Syahid. Kita berperang bukan mengandalkan jumlah pasukan, kekuatan dan banyaknya perlengkapan dan perbekalan. Kita perangi mereka demi agama ini yang karena Allah memuliakan kita. Karena itu majulah terus dan raih satu dari dua kebaikan : Menang atau Mati Syahid.” (Ibnu Hisyam III/ 430).
Menggeloralah semangat kaum muslimin akan hal ini. Zaid Bin Haritzah membawa pasukannya kedaerah yang terkenal dalam sejarah : Mu’tah. Disinilah pertempuran 3000 pejuang islam melawan 200 ribu pasukan musuh terjadi. Suasana pertempuran begitu sengit, dan syahidlah Panglima perang Zaid Bin Haritzah terkena panah pasukan romawi.
Bendera islam dipegang oleh Ja’far bin Abu Thalib. Pahlawan islam yang baru kembali dari Habasyah ini berperang dengan gagah berani, sampai tangan kanannya berhasil ditebas musuh. Ketika tangan kanan nya telah terputus, dipeganglah bendera dengan tangan kiri. Begitu tangan kirinya putus, ditebas pedang musuh, dikempitlah bendera tersebut dengan sisa lengannya. Akhirnya pahlawan ini menemui robnya sebagai Syahid dengan tubuh terbelah dua dan lebih dari 70 luka di tubuhnya.
Bendera dipunguit oleh Tsabit Bin Arqam dan diserahkan kepada Khalid Bin Walid, yang kala itu belum genap 3 bulan memeluk islam.Khalid pun menolak dan berkata “ Anda lebih patut memegangnya. Anda lebih tua dan telah ikut perang Badar” Jawab Khalid Bin Walid. “ Ambillah, hai laki laki. Demki Allah, aku mengambil bendera ini hanya karena akan kuberikan kepadamu. Jawab Tsabit.” Akhirnya Pasukan islam yang sedang terdesak ini dipimpin oleh Khalid Bin Walid. Rupanya khalid Bin Walid memang sangat ahli dalam strategi perang dan seorang panglima perang yang sangat brilian baik sebelum apalagi setelah menjadi seorang mukmin. Diaturlah strategi baru, pasukan yang semula berada di depan dialihkan kebelakang juga sebailiknya. Demikian juga pasukan Sayap kanan dialihkan ke kiri dan sebaliknya. Strategi luar biasa ini membuat musuh terkecoh, mengira pasukan islam mendapat tambahan pasukan. Perlahan lahan, pasukan islam yang awalnya dalam kondisi terancam bisa diselamatkan. Diakhir peperangan pasukan islam yang gugur hanya 13 orang. Buku buku sejarah , Tidak memberikan angka pasti berapa besar jumlah korban dari pasukan romawi.
Betapa yang kecil tidak selalu terkalahkan dengan yang besar. Dalam perang Mu’tah ini, banyak sekali ibroh yang bisa diambil, bahwa kekuatan iman memegang peranan yang begitu besar. Jika kondisi islam saat ini yang jumlahnya begitu besar saja justru terpuruk,sudah seharusnya kita merenungkan dan mengambil sebuah pelajaran, mungkinkah kebesaran islam akan kembali dengan meminta bantuan dari musuh musuh islam yang seolah olah sangat baik membantu kita ? Mungkinkah kejayaan islam akan kembali tanpa kita memiliki rasa bangga terhadap islam dan lebih mencintai system islam daripada system buatan manusia ? Kita lihat, Sejak 1948, Tel Aviv menjadi ibukota Israel, dengan tangisan ratusan juta umat islam dan senyum kemenangan Israel dan presiden AS Hennry Truman saat itu, Tahun 67 Dataran tinggi Golan, Sinai , diambil Israel,tahun 81 pembantaian besar besaran di Kamp pengungsi Sabra & Shatilla dan beribu permasalahan yang tiada habisnya karena pendudukan Yahudi, Namun kini sebentar lagi Presiden Palestina Dan Israel akan berunding , duduk manis dengan Wasit Amerika. Mungkinkah dalam pertandingan sepakbola, seorang wasit adalah keluarga dari pemain musuh ?
Kini jumlah kita sangat besar saudaraku. Namun dari jumlah yang besar ini, besar pula pengekor, yang sangat bangga dengan mengikuti budaya Barat. Dari jumlah yang besar ini, entah berapa banyak yang bangga dengan agamanya, entah berapa banyak yang ridho dengan syari’at islam, entah berapa yang banyak yang merindukan Syari’at islam tegak di bumi ini. Jumlah yang besar sesungguhnya merupakan potensi, tinggal bagaimana umat ini bersatu dalam dakwah dengan pemahaman yang benar. Manjadikan Al Qur’an dan sunnah sebagai pedoman. Dengan inilah Allah memberikan kabar gembira Nasrumminallah wa fatkhunqorib.
Apalagi sauadaraku, dimanapun posisi kita marilah kita menjadi bagian dalam dakwah untuk meninggikan kalimat Allah..Dikantor, dirumah, lewat tulisan, lewat perbuatan bahkan jika mampu dengan lisan atau tangan kita Tidak salah jika seorang penyair mengatakan, umat islam memang sudah seharusnya ada yang terbang tinggi seperti burung, namun perlu juga ada yang merayap seperti cacing.
Semoga bermanfaat, mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

Friday, 13 January 2012

Khalifah Umar Bin Khatab dan Gubernur Miskin

Khalifah Umar bin Khattab berniat menggantikan gubernur Syam yang semula dipercayakan kepada Muawiyah. Penggantinya yang diinginkan Khalifah adalah Said bin Amir Al-Jumahi. “Aku ingin memberimu amanah menjadi gubernur,” kata Umar kepada Said. Said berkata, “Jangan kau jerumuskan aku ke dalam fitnah, wahai Amirul Mukminin. Kalian mengalungkan amanah ini di leherku kemudian kalian tinggal aku.” Umar mengira bahwa Said menginginkan gaji, “Kalau begitu, kita berikan untukmu gaji.” Said menjawab, “Allah telah memberiku rizki yang cukup bahkan lebih dari yang kuinginkan.”
Begitulah kursi gubernuran yang ditolak oleh Said dengan halus. Walau akhirnya dia harus menunjukkan ketaatannya kepada Khalifah dengan menaati keinginan Umar yang tetap bersiteguh untuk mengangkatnya sebagai gubernur Syam. Akhirnya hari yang ditentukan untuk keberangkatannya ke Syam tiba. Dari Madinah dia berangkat beserta istrinya menuju tempat tugasnya yang baru.
Sesampainya di Syam, Said memulai hari-harinya dengan amanah baru, menjadi gubernur Syam. Hingga suatu saat Said terlilit kebutuhan yang memerlukan uang. Sementara tidak ada uang pribadinya yang bisa dia pakai. Sementara itu di Madinah Umar mendapatkan tamu utusan dari Syam. Mereka datang untuk melaporkan beberapa kebutuhan dan urusan mereka sebagai rakyat yang hidup di bawah kekhilafahan Umar bin Khattab.
Umar berkata, “Tuliskan nama-nama orang miskin di tempat kalian.”
Mereka pun menuliskan nama-nama orang yang membutuhkan bantuan dari negara. Tulisan itu diserahkan kepada Umar. Dengan agak terkejut, Umar menemui sebuah nama. Said.
“Apakah ini Said gubernur kalian?”
“Ya, itu Said gubernur kami.” “Dia termasuk daftar orang-orang miskin?” tanya Umar lagi mempertegas.
“Ya,” jawab mereka meyakinkan.
Umar kemudian mengambil sebuah kantong dari kain yang terikat ujungnya. “Berikan ini kepada gubernur kalian,” kata Umar sambil memberikan kantong itu kepada mereka.
Rombongan itu akhirnya kembali ke Syam. Setelah sampai, mereka menyampaikan amanah dari Umar itu kepada Said gubernur mereka.
Sore harinya Said pulang ke rumah. Dia membuka kantong tersebut tanpa sepengetahuan istrinya. Dan ternyata kantong tersebut berisi uang seribu dinar. Jumlah yang tidak sedikit. “Innalillahi wainna ilaihi rojiun,” katanya lirih. Ternyata istrinya mendengar perkataan tersebut. “Apakah amirul mukminin meninggal?” tanya istrinya. “Tidak, tetapi musibah yang lebih besar dari itu,” kata Said. “Maukah engkau membantuku?” sambung Said. “Tentu,” jawab istrinya. “Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku,” kata Said.
Esok paginya, Said memanggil orang kepercayaannya untuk membagikan uang itu kepada para janda, anak yatim dan orang miskin yang membutuhkan. Tanpa tersisa sedikit pun. Barulah istrinya memahami kata-kata Said, “Dunia telah memasuki diriku untuk merusak akhiratku.”
Begitulah. Dan memang Said selalu berusaha untuk menjadikan dunia yang dimilikinya untuk membeli akhirat. Agar mendapatkan bidadari surga.
Ketika suatu hari istrinya menuntut uang yang diberikan dari kakhilafahan, sementara uang itu telah habis disumbangkan kepada orang lain. Hingga tuntutannya itu membuat Said tersiksa. Said berusaha menghindari istrinya beberapa hari dengan selalu pulang malam. Agar dia tidak mendengar lagi tuntutan istrinya.
Sampai istrinya akhirnya tahu bahwa hartanya telah habis dibagikan cuma-cuma. Sang istri menangisi kepergian harta itu. Dan inilah yang dikatakan Said kepada istri tercintanya, “Sebenarnya istriku, dulu aku mempunyai teman-teman yang kini telah lebih dulu meninggalkanku. Aku tidak rela setelah mereka pergi aku bergelimang harta. Dan kemudian bidadari surga itu jika muncul di langit dunia akan menerangi seluruh penduduk bumi dan sinarnya itu akan memadamkan sinar matahari dan rembulan. Pakaian yang dia pakai lebih baik daripada dunia seisinya. Maka aku lebih memilih dirimu untuk menjadi bidadariku di surga nanti.” Kata-kata ini membuat istrinya Said ridho.
Kehidupan seorang gubernur Said bin Amir tidak hanya terhenti sampai tingkat kesenangannya membagikan harta. Kalau kita menengok dalam rumahnya lebih ke dalam lagi, kita akan menjumpai kehidupan seorang gunernur yang tak kita jumpai hari ini. Gubernur yang sangat zuhud kepada dunia, tidak merasa begitu perlu dengan harta, maka mustahil kalau dia rela memakan harta rakyatnya.
Inspeksi mendadak yang dilakukan Umar ke Syam akan mengantarkan kita kepada kisah-kisah dalam rumah tangga Said. Begitu sampai Himsa, Umar mengumpulkan penduduk kota tersebut dan bertanya, “Wahai penduduk Himsa, bagaimana kalian mendapati gubernur kalian?” Jawaban mereka cukup mengejutkan, “Kami mengeluhkan empat hal. Pertama, dia selalu keluar kepada kami setelah siang datang.” “Ini berat,” kata Umar. “Kemudian apa?” tanya Umar kembali.
“Kedua, dia tidak melayani siapa pun yang datang malam hari.”
“Ini juga masalah serius, kemudian apa lagi?”
“Ketiga, ada satu hari dalam satu bulan dimana dia tidak keluar sama sekali untuk menemui kami.”
“Ini tidak boleh dianggap enteng, kemudian yang keempat?”
“Dia terkadang pingsan ketika bersama kami.”
Mendengar aduan ini, Umar tidak bisa tinggal diam. Dia merasa perlu untuk cepat menyelesaikan permasalahan yang timbul antara pejabatnya itu dengan rakyatnya. Itulah pemimpin mulia yang langsung mendengar masalah rakyatnya dan langsung memberikan solusi konkrit dan bukan pepesan kosong serta janji memuakkan. Umar membuat pertemuan akbar antara Said sebagai gubernur dan rakyatnya yang siap mengadili gubernur mereka.
“Ya Allah, jangan Engkau kecewakan prasangka baikku selama ini kepadanya.”
Kata Umar membuka pertemuan, “Baiklah, apa yang kalian keluhkan?”
“Pertama, Said tidak keluar menemui kami kecuali setelah siang datang menjelang.”
Said angkat bicara, “Demi Allah sesungguhnya aku tidak suka menjawabnya. Aku tidak mempunyai pembantu, maka aku harus mengadoni roti sendiri, kemudian aku tunggu sampai adonan itu mengambang dan kemudian aku panggang hingga menjadi roti, kemudian aku wudhu dan baru keluar.’
“Terus apa lagi?”
“Kedua, Said tidak mau melayani yang datang kepadanya di malam hari.”
“Apa jawabmu, wahai Said?”
“Sesungguhnya aku tidak suka menjawabnya. Aku menjadikan siang hariku untuk mereka dan aku menjadikan malamku untuk Allah Azza Wajalla saja.”
“Kemudian apa lagi?”
“Ada satu hari tertentu dimana dia tidak keluar sama sekali dari rumahnya.”
“Apa komentarmu?”
“Aku tidak mempunyai pembantu yang mencucikan pakaianku. Sementara aku tidak memiliki pakaian yang lain. Maka aku mencucinya sendiri dan aku tunggu sampai kering, selanjutnya aku keluar kepada mereka saat sudah sore.”
“Selanjutnya apa lagi?”
“Said suka pingsan.”
“Aku menyaksikan meninggalnya Khubaib Al-Anshari di Mekah. Kematiannya sangat tragis di tangan orang-orang kafir Quraisy. Mereka menyayat-nyayat dagingnya kemudian menyalibnya di pohon kurma. Orang Quraisy itu meledek, “Khubaib, apakah kamu rela jika Muhammad sekarang yang menggantikanmu untuk disiksa?” Khubaib menjawab, “Demi Allah, kalau saya berada tenang dengan keluarga dan anakku, kemudian Muhammad tertusuk duri sungguh aku tidak rela.” Ketika itu aku masih dalam keadaan kafir dan menyaksikan Khubaib disiksa sedemikian rupa. Dan aku tidak bisa menolongnya. Setiap ingat itu, aku sangat khawatir bahwa Allah tidak mengampuniku untuk selamanya. Jika ingat itu, aku pingsan.”
Umar berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakan prasangka baikku kepadanya.”

Thursday, 12 January 2012

Program KB Menurut Pandangan Islam

Istilah Keluarga Berencana atau disingkat KB adalah istilah yang khusus hanya berlaku di negeri kita. Sebenarnya di balik istilah itu, perlu dikaji elemen-elemennya. Misalnya tentang motivasi yang melatar-belakangi KB itu sendiri.Jika program Keluarga Berencana (KB) dimaksudkan untuk membatasi kelahiran, maka hukumnya tidak boleh. Karena Islam tidak mengenal pembatasan kelahiran (tahdid an-nasl). Bahkan, terdapat banyak hadits yang mendorong umat Islam untuk memperbanyak anak. Misalnya: Tidak bolehnya membunuh anak apalagi karena takut miskin (QS. al-Isra’: 31), perintah menikahi perempuan yang subur dan banyak anak, penjelasan yang menyebutkan bahwa Rasulullah berbangga di Hari Kiamat dengan banyaknya pengikut beliau (HR. Nasa’i, Abu Dawud, dan Ahmad), dan sebagainya.
Ada beberapa pengertian KB dari segi islam :
Pandangan Lembaga Riset Islam
Dalam muktamar kedua tahun 1385 H/1965 M Muktamar Lembaga Riset Islam di Kairo menetapkan keputusan bahwa sesungguhnya Islam menganjurkan untuk menambah dan memperbanyak keturunan karena banyaknya keturunan akan memperkuat umat Islam secara sosial, ekonomi,dan militer. Menambah kemuliaan dan kekuatan.
Jika terdapat darurat yang bersifat pribadi yang mengharuskan pembatasan keturunan, maka kedua suami istri harus diperlakukan sesuai dengan kondisi darurat. Dan batasan darurat ini dikembalikan kepada hati nurani dan kualitas agama setiap pribadi.
Tidak sah secara syar’i membuat peraturan berupa pemaksaan kepada manusia untuk melakukan pembatasan keturunan walaupun dengan berbagai macam dalih.
Pengguguran dengan maksud pembatasan keturunan atau menggunakan cara yang mengakibatkan kemandulan untuk maksud serupa adalah sesuatu yang dilarang secara syar’i terhadap suami istri atau lainnya.
Pandangan Rabithah Alam Islami
Pada sidang ke- 16 Majelis Pendiri Rabithah Alam Islami membuat fatwa melarang pembatasan keturunan, dan berikut nashnya:
Majelis mempelajari masalah pembatasan keturunan atau KB, sebagaimana sebagian para penyeru menamakannya. Anggota majelis sepakat bahwa para pencetus ide ini hendak membuat makar atau tipu daya terhadap umat Islam. Dan umat Islam yang menganjurkannya akan jatuh pada perangkap mereka. Pembatasan ini akan membahayakan secara politik, ekonomi, sosial,dan keamanan. Telah muncul fatwa-fatwa dari para ulama yang mulia dan terpercaya keilmuan serta keagamaannya yang mengharamkan pembatasan keturunan ini. Dan pembatasan keturunan tersebut bertentangan dengan Syari’ah Islam.
Umat Islam telah sepakat bahwa di antara sasaran pernikahan dalam Islam adalah melahirkan keturunan. Disebutkan dalam hadits shahih dari Rasul saw  bahwa wanita yang subur lebih baik dari yang mandul.

Pernyataan Badan Ulama Besar di Kerajaan Arab Saudi
Pernyataan no: 42 tanggal 13/4 1396 H menyebutkan bahwa dilarang melakukan pembatasan keturunan secara mutlak. Tidak boleh menolak kehamilan jika sebabnya adalah takut miskin. Karena Allah Ta’ala yang memberi rejeki yang Maha Kuat dan Kokoh. Tidak ada binatang di bumi kecuali Allah-lah yang menanggung rejekinya.
Adapun jika mencegah kehamilan karena darurat yang jelas, seperti jika wanita tidak mungkin melahirkan secara wajar dan akan mengakibatkan harus dilakukan operasi untuk mengeluarkan anakny  atau melambatkan untuk jangka waktu tertentu karena kemashlahatan yang dipandang suami-istri maka tidak mengapa untuk mencegah kehamilan atau menundanya. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan sebagian besar para sahabat tentang bolehnya ‘azl .

Pernyataan Majelis Lembaga Fiqh Islami
Dalam edisi ketiga tentang hukum syari’ KB ditetapkan di Makkah 30-4-1400 H Majelis Lembaga Fiqh Islami menetapkan secara sepakat tidak bolehnya melakukan pembatasan keturunan secara mutlak. Tidak boleh juga menolak/mencegah kehamilan kalau maksudnya karena takut kemiskinan. Karena Allahyang memberi rezeki yang sangat kuat dan kokoh. Dan semua binatang di bumi rezekinya telah Allah tentukan  atau alasan-alasan lain yang tidak sesuai dengan syari’ah.
Sedangkan mencegah kehamilan atau menundanya karena sebab-sebab pribadi yang bahayanya jelas seperti wanita tidak dapat melahirkan secara wajar dan akan mengakibatkan bahaya dilakukan operasi untuk mengeluarkan bayinya. Maka hal yang demikian tidak dilarang syar’i. Begitu juga jika menundanya disebabkan sesuatu yang sesuai syar’i atau secara medis melaui ketetapan dokter muslim terpercaya. Bahkan dimungkinkan melakukan pencegahan kehamilan dalam kondisi terbukti bahayanya terhadap ibu dan mengancam kehidupannya berdasarkan keterangan dokter muslim terpercaya.
Adapun seruan pembatasan keturunan atau menolak kehamilan karena alasan yang bersifat umum maka tidak boleh secara syari’ah. Lebih besar dosanya dari itu jika mewajibkan kepada masyarakat, pada saat harta dihambur-hamburkan dalam perlombaan senjata untuk menguasai dan menghancurkan ketimbang untuk pembangunan ekonomi dan pemakmuran serta kebutuhan masyarakat.
Alhasil, program KB perlu dilihat pertama kali dari latar belakang motivasinya terlebih dahulu. Kalau motivasinya seperti yang disebutkan di atas, tentu saja kurang sejalan dengan agama Islam. Namun kalau motivasinya terkait dengan pengaturan kelahiran agar mendapatkan keturunan yang berkualitas, atau untuk memberikan kekesempatan kepada anak untuk merasakan kasih sayang dan perhatian lebih lama dari orang tuanya, tentu merupakan alasan yang masih akal dan bisa diterima syariah.
Alat Kontrasepsi
Bila dari segi motivasi sudah sejalan, tinggal masalah teknisnya. Di dunia kedokteran tersedia banyak jenis alat kontrasepsi. Sebagian dari alat itu ada yang dianggap tidak sejalan dengan hukum Islam, seperti yang berfungsi membunuh janin. Adalagi yang berfungsi membunuh zygot, di mana sebagian dari para ulama berpandangan bahwa zygot itu pun harus dihormati layaknya manusia.
Maka alat-alat kontrasepsi yang mekanisme kerjanya membunuh zygot atau janin, termasuk alat kontrasepsi yang tidak dibenarkan dalam Islam. Sebaliknya, bila tidak sampai membunuh janin atau zygot, melainkan hanya berfungsi untuk menghalangi terjadinya pembuahan, oleh sementara kalangan ulama dipandang boleh untuk digunakan.
Yang dikenal dalam Islam adalah pengaturan kelahiran (tanzhim an-nasl). Hal ini didasarkan pada para sahabat yang melakukan azal di masa Nabi, dan beliau tidak melarang hal tersebut. (HR. Bukhari dan Muslim). Azal adalah mengeluarkan sperma di luar rahim ketika terasa akan keluar.

Beberapa alasan yang membenarkan pengaturan kelahiran antara lain:

pertama, kekhawatiran akan kehidupan dan kesehatan ibu jika ia hamil atau melahirkan, berdasarkan pengalaman atau keterangan dari dokter yang terpercaya. Firman Allah: “Dan janganlah kalian campakkan diri kalian dalam kebinasaan.” (QS. al-Baqarah: 195).

Kedua, khawatir akan kesulitan materi yang terkadang menyebabkan munculnya kesulitan dalam beragama, lalu menerima saja sesuatu yang haram dan melakukan hal-hal yang dilarang demi anak-anaknya. Allah berfirman: “Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan.” (QS. al-Baqarah: 185).

Ketiga, alasan kekhawatiran akan nasib anak-anaknya; kesehatannya buruk atau pendidikannya tidak teratasi (Lihat: Halal dan Haram dalam Islam, Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Era Intermedia, hlm. 285-288). Alasan lainnya adalah agar bayi memperoleh susuan dengan baik dan cukup, dan dikhawatirkan kehadiran anak selanjutnya dalam waktu cepat membuat hak susuannya tidak terpenuhi.
Membatasi anak dengan alasan takut miskin atau tidak mampu memberikan nafkah bukanlah alasan yang dibenarkan. Sebab, itu mencerminkan kedangkalan akidah, minimnya tawakal dan keyakinan bahwa Allah Maha Memberi rezeki. Allah Swt. berfirman: “Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepada kalian.” (QS. al-Isra: 31). Rasulullah SAW telah menganjurkan agar umatnya memiliki keturunan yang banyak. Sebab beliau akan ‘bersaing’ dengan nabi yang lain dalam masalah jumlah umat.

Sunday, 8 January 2012

Anak Durhaka

Setiap anak wajib berbakti kepada ibu bapak, lebih-lebih lagi bagi orang Islam yang sangat dituntut untuk berbuat baik terhadap orang tuanya.
Ini sebagaimana ditegaskan pada ayat 36, dari surah an-Nisa yang artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada orang tua (ibu bapak)”
Penegasan ini disusuli dengan sabda Rasulullah s.a.w sebagaimana dinyatakan oleh at-Tabrani, artinya: “Berbaktilah kamu kepada dua ibu bapak kamu agar anak-anakmu kelak akan berbakti kepadamu. Dan peliharalah dirimu daripada perzinaan agar isteri-isterimu memelihara diri nya.”
Berbakti kepada ibu bapak adalah wajib karena ia hukum Allah. Anak yang enggan berbakti kepada dua ibu bapanya dianggap anak derhaka dan perbuatan derhaka adalah dosa besar.
Derhaka kepada ibu bapak termasuk dalam empat dosa besar. Keadaan ini jelas berdasarkan kata-kata nabi yang dinyatakan Bukhari: “Sebesar-besar (daripada) dosa besar adalah me nyekutukan Allah, membunuh manusia, derhaka kepada ibu bapak dan menjadi saksi palsu.”
Perintah Islam supaya anak berbuat baik kepada ibu bapak adalah perintah yang wajar. Baru saja tiga bulan hamil, si ibu menghadapi pelbagai keperitan. Badan selalu letih, kepala pening dan selalu loya.
Apabila kandungan semakin besar, hatinya diganggu was-was, khuatir dan penuh persoalan. Apa akan terjadi kepada anak yang bakal dilahirkan? Apakah laki-laki atau perempuan? Apakah sempurna anggotanya badannya?
Tiba detik melahirkannya, perasaan ibu bertambah gelisah. Khawatir keselamatan diri dan anak sentiasa menghantui fikiran. Tetapi segala kerisauan, kebimbangan dan kesakitan terobati ketika mendengar tangisan bayi yang dilahirkan.
Dimulai ari anak yang sebesar telapak tangan itu, ibu bapak tidak pernah mengeluh membesarkan anaknya dengan kasih sayang tidak terbagi. Makan, minum, pakaian, pendidikan dan segala keperluan dipenuhi, sehingga anak kecil tadi menjadi seorang kanak-kanak, remaja dan dewasa sebanding dengan ibu bapaknya.
Jasa ibu bapaklah menjadikan si anak mengenal dan mengecap nikmat dunia, dapat menggali khazanah dunia serta mendalami ilmu lain. Justru, sudah selayaknya ibu bapak dimuliakan, dibaluti dengan kasih sayang sebagaimana mereka mencurahkan kasih kepada anaknya yang kecil dulu.
Anak yang enggan berbakti kepada ibu bapak adalah anak durhaka, yang menerima balasan buruk. Ini sebagaimana dapat dipahami dari hadis yang diceritakan Tabrani: “Dua (kejahatan) yang akan dibalas oleh Allah di dunia ini adalah zina dan derhaka kepada dua ibu bapa.”
Ada banyak contoh yang memberi pelajaran betapa azab yang ditanggung anak durhaka di dunia. Siksa ini datang dalam bentuk penderitaan, baik rohani atau jasmani, sukar mencari nafkah, gagal mendapatkan pekerjaan dan tiada ketenteraman dalam kehidupan.
Kisah Wail bin Khattab pada zaman Nabi Muhammad s.a.w, satu peristiwa yang dapat dijadikan teladan. Disebabkan terlalu mencintakan isteri, Wail selalu mencaci ibunya, mempercayai segala yang dilaporkan isterinya berkaitan ibunya.
Waktu Wail menghadapi kematian, dia mengalami penderitaan sakit yang tidak terhingga. Dia sekarat hingga keluar keringat dingin membasahi seluruh badan. Mati tidak, sembuh pun tidak ada harapan.
Selama berpuluh hari dia berada dalam keadaan demikian. Matanya merah menyala, mulutnya terbuka lebar tetapi kerongkongnya tersumbat sehingga tidak terdengar jeritan, manakala kaki dan tangannya kaku.
Sahabat menunggu kematiannya, namun tidak tiba. Mereka berasa terharu melihat penderitaan yang dihadapi Wail. Mereka bersilih ganti mengajarkan Wail mengucap kalimah syahadah, namun semuanya buntu.
Wail mencoba segala upaya mengucap dua kalimah syahadah tetapi yang kedengaran dari mulutnya hanya perkataan “oh, oh, oh, oh”. Keadaan semakin mengerikan.
Akhirnya seorang sahabat Ali bin Abi Talib menemui Nabi dan menceritakan keadaan Wail. Nabi Muhammad meminta Ibunda Wail dijemput menemui beliau. Nabi ingin mengetahui bagaimana keadaan dan perlakuan Wail terhadap ibunya sebelum sakit.
Ketika ditanya, ibu Wail menyatakan anaknya sentiasa mencaci lantaran hasutan isterinya. Dia percaya dan mengikut apa saja yang dilaporkan isterinya tanpa usul periksa. Ini menyebabkan ibunya berasa sakit hati kepadanya.
Nabi Muhammad s.a.w memujuk Ibunda Wail supaya segera mengampuni dosa anaknya yang durhaka. Tetapi perempuan itu berkeras tidak mau memenuhinya. Dia berkata, air matanya belum kering lantaran perbuatan Wail yang menyakitkan hatinya.
Melihat keadaan itu, Nabi termenung seketika. Kemudian, baginda memerintahkan sahabat mengumpul kayu api. Wail akan dibakar hidup-hidup.
Nabi Muhammad menyatakan, jika ibu Wail tidak mau memaafkan dosa anaknya, Wail akan menderita menghadapi maut dalam jangka masa yang tidak pasti.
Mendengar kata-kata Nabi itu, ibu Wail segera berkata: “Wahai Rasulullah, jangan dibakar dia. Wail anakku. Aku telah ampuni dia. Kesalahannya aku telah maafkan.”
Menurut sahabat, setelah Wail diampuni Ibundanya, wajahnya langsung berubah. Akhirnya dia dapat mengucap syahadah dan menghembuskan nafas terakhir.

Friday, 6 January 2012

Sosok yang menjauhi nikmat dunia

Abu Dzar r.a adalah sosok bagi para penikmat hidup tidak dengan bergelimang harta. Dia adalah seorang sahabat Nabi yang ingin sekali menjadi orang beriman yang paling dekat posisinya dengan Rasulullah SAW di yaumil hisab kelak. Sifat yang begitu sangat menjauhi dunia ini adalah sebagai bukti kecintaan dan kesungguhannya dalam mengikuti jejak kekasihnya yaitu Rasulullah SAW. Nabi pernah bersabda “Orang yang paling dekat diantara kalian dariku di hari kiamat, adalah yang keadaan hidupnya ketika meninggal dunia, seperti keadaannya ketika aku meninggalkannya untuk mati”. HR. Ibnu Sa’ad.
Abu Dzar r.a sering mengingatkan orang orang yang sudah mulai berusaha meninggikan bangunan rumahnya. Sudah mulai melebarkan area ternak kambing dan untanya. Atau bila ada sahabatnya yang sudah duduk memangku jabatan di pemerintahan maka ia akan berusaha menjauh dan enggan duduk berlama lama dengan mereka. Hal ini memang nampaknya aneh dan berlebihan tapi inilah jalan hidup yang dipegang kokoh oleh Abu Dzar hingga akhir hayatnya.
Pernah suatu hari Abu Dzar r.a mendatangi satu halaqah terdiri dari orang orang Quraisy yang sedang membuat sebuah majelis di dekat masjid di Kota Madinah. Abu Dzar datang dengan penampilan yang wajahnya menunjukkan kesengsaraan hidup , dibalut dengan pakaian yang compang camping, rambut yang lebat dan badan yang kurus. Ketika sudah ada hadapan orang orang maka ia berkata “Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang menyimpan kelebihan hartanya, dengan ancaman adzab Allah berupa dihimpit batu yang amat panas karena batu itu dibakar diatas api, dan batu itu pun diletakkan di dadanya sehingga sampai tenggelam padanya sehingga batu panas itu keluar dari pundaknya. Dan juga diletakkan batu panas itu di tulang pundaknya sehingga keluar di dadanya, demikian terus sehingga batu panas itu naik turun antara dada dan tulang pundaknya.”

Tak ada satu orangpun yang berani unjuk suara dan mereka hanya menundukkan kepala. Nampak pula diwajah orang orang tersebut perasaan tidak suka dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Abu Dzar r.a. merasa tidak mendapat tanggapan maka Abu Dzar beranjak pergi dan duduk menyendiri sambil terus membasahi lidahnya dengan berzikir ,meski orang orang tidak suka dengan ucapan Abu Dzar tapi mereka tidak berani mencelanya karena orang orang Madinah mengetahui dengan pasti kedudukan Abu Dzar r.a dimata Rasulullah SAW. mereka tidak mau sembarangan berucap kepada Sahabat yang terkenal zuhud dan wara’ ini.

Tiba tiba datang seseorang mendekati Abu Dzar yang duduk menyendiri dan mengucapkan salam, sahabat Nabi inipun menjawab salam. Orang itu berkata “Aku melihat, mereka yang duduk di halaqah itu tidak suka dengan apa yang engkau ucapkan. “ ,Abu Dzarpun menjawab” Mereka itu adalah orang-orang yang tidak mengerti sama sekali. Sesungguhnya kekasihku Abul Qasim pernah memanggil aku dan akupun segera memenuhi panggilan beliau. Maka beliaupun menyatakan kepadaku  Engkau lihat gunung Uhud itu ?”
Aku melihat gunung itu dalam keadaan diterpa oleh sinar matahari pada punggungnya, dan aku menyangka beliau akan menyuruh aku untuk suatu keperluan padanya. Maka aku menjawab pertanyaan beliau : “Aku melihatnya.” Kemudian beliaupun bersabda  “Tidaklah akan menyenangkan aku kalau seandainya aku punya emas sebesar itu, kecuali bila aku shodaqahkan semuanya sehingga tidak tersisa daripadanya kecuali tiga dinar (untuk keperluanku)”.
Selanjutnya Abu Dzar menyatakan “Tetapi kemudian mereka itu kenyataannya selalu mengumpulkan dunia, mereka tidak mengerti sama sekali”.

Kemudian orang yang mendekati Abu Dzar pun berkata” Ada apa antara engkau dengan saudara-saudarmu dari kalangan orang-orang Quraisy. Mengapa engkau tidak minta bantuan dari mereka sehingga engkau mendapatkan sebagian harta mereka. Abu Dzar menjawab dengan tegas dan lantang :”Tidak ! Demi Tuhanmu, aku tidak akan meminta dunia sedikitpun kepada mereka dan aku tidak akan minta fatwa dari mereka tentang agama, sehingga aku mati bergabung dengan Allah dan RasulNya”.

Thursday, 5 January 2012

Aku Ingin Berjuang

Seorang pemuda belia dari kabilah Aslam sedang termenung sendirian agaknya dia sedang sibuk memikirkan sesuatu yang membebani hatinya. Pemuda itu bertubuh kuat, gagah, penuh gairah untuk menghadapi masa depan yang penuh berbagai tantangan. Badanya tegap dan kuat, sanggup untuk dihadapkan pada perjuangan seperti yang sedang dilakukan oleh yang lain, jihad fisabilillah. Adakah jalan yang lebih afdol dan lebih mulia dari jihad fisabilillah??? Rasa-rasanya tak ada. Sebab itulah satu-satunya jalan jika memang benar-benar telah menjadi tujuan dan niat suci untuk mencari restu & ridho Allah SWT. "Demi Allah, inilah satu kesempatan yang sangat baik", kata hati pemuda itu. Yah,.....sebab disana, serombongan kaum muslimin sedang bersiap menuju juang jihad fisabilillah. Sebagian sudah berangkat, sebagian lagi baru datang, dan akan segera berangkat. Semuanya menampakan wajah yang senang, pasrah, dan tenang dengan satu iman yang mendalam. Wajah-wajah mereka membayangkan suatu keyakinan penuh, bahwa sebelum ajal berpantang mati. Maut akan menimpa diman pun kita berada. yakin bahwa umur itu satu. kapan kan sampai batasnya, hanya Allah yang maha tahu. Bagaimana sebab dan kejadianya, takdir Allah lah yang menentukan.

Maut, adalah sesuatu yang tak dapat dihindari manusia. Dia pasti datang menjemput manusia. Entah disaat manusia sedang duduk, diam di rumah, atau mungkin berada dalam perlindungan benteng yang kokoh, mungkin pula sedang bersembunyi ditempat persembunyiannya, di gua yang gelap, di jalan raya yang ramai, ataukah di medan peperangan. Bahkan bukan mustahil maut akan menjemput kala manusia sedang tidur, di atas temapt tidurnya. Semua itu hanya Allah lah yang berkuasa, dan berkehendak atasnya.

Menunggu kedatangan maut memang masa-masa yang paling mendebarkan jiwa. Betapa tidak? Hanya sendirilah yang dapat dibawa menghadap penguasa yang Esa kelak. Medan juang fisabillah tersedia bagi mereka yang kuat. Penuh keberanian dan keikhlasan mencari ridho Allah semata. Mereka yang berjiwa suci ditengah-tengah tubuh yang perkasa. Angan-angan ikhlas yang disertai hati yang bersih. Memang, saat itu keberanian telah menjiwai setiap kalbu kaum muslimin. Panggilan dan dengungan untuk jihad fisabilillah merupakan angan-angan dan tujuan harapan mereka. Mereka yakin, dibalik hiruk-pikuknya peperangan Allah telah menjanjikan imbalan yang setimpal baginya. Selain dengan itu dia dapat membersihkan jiwanya dari berbagi noda. Baik itu berupa noda-noda aqidah, niat-niat jahat, berbagi dosa perbuatan ataupun kekotoran muamalah yang lain. Pengorbanan mereka yang mulia itu menunjukan kepribadian yang baik dan luhur. Semua sesuai dengan ajaran agama yang murni. Pantas menjadi contoh dan teladan, bahkan sebagai mercu suar yang menerangi dunia dan isi alam semesta.

Itulah renungan hati pemuda Aslam yang gagah itu. Sepenuh hati dia berkata seolah kepada diri sendiri. "Harus ! harus dan mesti aku berbut sesuatu. Jangan kemiskinan dan kefakiran ini menjadi hamabtan dan penghalang mencapai tujuanku."

Mantap, penuh keyakinan dan semangat yang tinggi pemuda tersebut ini menggabungkan diri dengan pasukan kaum muslimin. Usia pemuda itu memang masih belia, namun cara berfikir dan jiwanya cukup matang, kemauanya keras, ketangksan dan kelincahan menjadi jaminan kegesitanya di medan juang. Namun mengapa pemuda yang begitu bersemangat itu tak dapat ikut serta dalam barisan pejuan? Seababnya hanya satu. Dia tidak mempunyai bekal dan senjata apa-apa yang dapat dipakainya untuk berperang karena kemiskinan dan kefakiranya. Sebab pikirnya, tidak mungkin untuk terjuan ke medan perjuangan tanpa senjata apapun. Tanpa senjata dia tidak mampu melakukan apapun. Bahkan dia tidak akan berfungsi apa-apa. Mungkin untuk menyelamatkan diri saja, dia tidak mampu. Inilah yang menjadikan pemuda itu berfikir panjang lebar. Otaknya bekerja keras agar hasratnya yang besar berjuang dapat tercapai.

Setelah tidak juga dicapainya pemecahan, dia pergi menghadap Rasulullah SAW. Diceritakan semua keadaan dan penderitaan serta keinginannya yang besar. Dia memang miskin, fakir dan menderita, namun dia tidk mengharapkan apa-apa dari keikutsertaanya berjaung. Dikatakanya kepada Rasulullah SAW, bahwa dia tidak meminta berbagai pendekatan duniawi kepada Rasulullah; Dia hanya menginginkan bagaimana caranya agar dia dapat masuk barisan pejuang fisabilillah. Mendengar hal demikian, Rasulullah bertanya, setelah dengan cermat meneliti dan memandang pemuda tersebut: "Hai pemuda, sebenarnya apa yang engkau katakan itu dan apa pula yang engkau harapkan?".

"Saya ingin berjuang, ya Rasulullah!" jawab pemuda itu. "Lalu apa yang menghalangimu untuk melakukan itu", tanya Rasulullah SAW kemudian. "Saya tidk mempunyai perbekalan apa-apa untuk persiapan perjaungan itu ya Rasulullah", jawab pemuda tersebut terus terang. Alangkah tercengangnya Rasulullah mendengar jawaban itu. Cermat diawasinya wajah pemuda tersebut. Wajah yang berseri-seri, tanpa ragu dan penuh keberanian menghadap maut, sementara disana banyak kaum munafikin yang hatinya takut dan gentar apabila terdengar panggilan seruan untuk berjaung jihad fisabilillah.

Demi Allah! jauh benar perbedaan pemuda itu dengan para munafiqin di sana. Kaum munafiqin yang dihinggapi rasa rendah diri, selalu mementingkan diri-sendiri. Mereka tidak suka dan tidak mau memikul beban dan tanggung jawab demi kebenaran yang hakiki. Kaum yang tidak senang hidup dalam alam kedamaian dan ketentraman dlam ajaran agama yang benar. Mereka lebih suka berada dalam hidup dan suasana kegelapan dan kekalutan. Ibarat kuman-kuman kotor, yang hidupnya hanya untuk mengacau dan menghancurkan apa saja. Celakalah mereka yang besar dan tegap badan serta tubuhnya namun licik dan kerdil pikiran serta hatinya.

Kebanggaanlah bagimu yang tepat hai pemuda! semogalah Allah banyak menciptakan manusia-manusia sepertimu. Yang dapat menjadi generasi penerusmu. Yang akan menjunjung tinggi kemulyaan Islam, budi pekerti yang mulia menuju alam yang bahagia sejahtera lahir batin.

Benar, kaum muslimin sangat memrlukan jiwa yang demikian. Jiwa yang besar penuh keyakinan, dan juga keberanian yang mantap. Sepantasnya pemuda seperti dari kabilah Aslam itu mendapat segala keperluan serta keinginanya untuk melaksanakan hasrat cita-cita keinginan itu. Rasulullah SAW akhirnya berkata kepada pemuda Aslam tersebut: "Pergilah engkau kepada si Fulan! Dia yang sebenarnya sudah siap lengkap dengan perlatan berperang tapi tidak jadi berangkat karena sakit. Nah pergilah kepadanya dan mintalah perlengkapan yang ada padanya."

Pemuda itu pun bergegas menemui orang yang ditunjukan Rasulullah SAW tadi. Katanya kepada si Fulan: "Rasulullah SAW menyampaikan salam padamu juga pesan. Beliau berpesan agar perlengkapan perang yang engkau miliki yang tidak jadi engkau pakai pergi berperang agar diserahkan kepadaku." Orang yang tidak jadi berperang itu penuh hormat menjalankan perintah Rasulullah SAW sambil mengucapkan: "Selamat datang wahai utusan Rasulullah! Saya hormati dan taati segala perintah Rasulullah SAW."

Segera dia menyuruh istrinya untuk mengambil pakaian dan peralatan perang yang tidak jadi dipakainya. Diserahkan semua itu pada pemuda kabilah Aslam. Sambil mengucapkan terima kasih pemuda tersebut menerima perlengkapan itu. Sebelum dia berangkat dan meninggalkan rumah itu, pemuda tersebut sempat berucap: "Terima kasih sebesar-besarnya. Anda telah menghilangkan seluruh duka dan keputusasaanku. Bagimu pahala Allah yang besar tiada taranya. Terima kasih.........Terima kasih."

Pemuda suku Aslam itu kemudian keluar dengan riang. Wajahnya bersinar gembira. Dengan berlari-lari dia meningalkan rumah orang yang tidak jadi berperang itu. Di tengah jalan pemuda tersebut bertemu dengan salah satu temanya yang keheranan dan bengong. Tanyanya: "Hai, hendak kemana engkau?", "Aku akan menuju jannatul firdaus yang selebar langit dan bumi", jawab pemuda itu dengan singkat dan tepat.

Wednesday, 4 January 2012

Perjalanan Rasulullah saw yang pertama ke Syam dan Usahanya mencari Rezeki

Ketika berusia 12 tahun, Rasulullah saw diajak pamannya, Abu Thalib pergi ke Syam dalam suatu kafilah dagang. Pada waktu kafilah di Bashra, mereka melewati seorang pendeta bernama Bahira. Ia adalah seorang pendeta yang banyak mengetahui injil dan ahli tentang masalah-masalah kenasranian. Kemudian Bahira melihat Nabi saw. Lalu ia mulai mengamati Nabi dan mengajak berbicara. Kemudian Bahira menoleh kepada Abu Thalib dan menanyakan kepadanya, “Apa status anak ini di sisimu?” “Anakku (Abu Thalib memanggil Nabi saw dengan panggilan anak karena kecintaannya yang mendalam),” jawab Abu Thalib. “Dia bukan anakmu. Tidak sepatutnya ayah anak ini masih hidup,” tanya Bahira kepadanya. “Dia adalah anak saudaraku,” kata Abu Thalib. “Apa yang telah dilakukan oleh Ayahnya?” tanya Bahira.

Tuesday, 3 January 2012

Pahlawan Neraka

Suatu hari satu terjadi pertempuran antara pihak Islam dengan pihak Musyrik. Kedua belah pihak berjuang dengan hebat untuk mengalahkan antara satu sama lain. Tiba saat pertempuran itu diberhentikan seketika dan kedua pihak kembali ke markas masing-masing. Di sana Nabi Muhammad SAW dan para sahabat berkumpul membincangkan pertempuran yang telah terjadi itu. Peristiwa yang baru mereka alami itu masih terbayang-bayang di benak mereka. Dalam perbincangan itu, mereka begitu kagum dengan salah seorang dari sahabat mereka yaitu, Qotzman. Dalam pertempuran dengan musuh mereka, dia kelihatan seperti singa yang lapar menerkam mangsanya. Dengan keberaniannya itu, dia menjadi buah bibir waktu itu. “Tidak seorang pun di antara kita yang dapat menandingi kehebatan Qotzman,” kata salah seorang sahabat. Mendengar perkataan itu, Rasulullah SAW pun menjawab, “Sebenarnya dia itu adalah golongan penduduk neraka.” Para sahabat heran mendengar jawapan Rasulullah SAW. Bagaimana seorang yang telah berjuang dengan begitu gagah menegakkan Islam masuk ke dalam neraka. Para sahabat saling berpandangan dengan lainnya mendengar jawapan Rasulullah itu. Rasulullah sadar para sahabat tidak percaya begitu saja, kemudian baginda berkata, “Semasa Qotzman dan Aktsam ikut dalam medan perang bersama-sama, Qotzman mengalami luka parah akibat ditikam oleh musuh. Badannya dipenuhi dengan darah. Dengan segera Qotzman meletakkan pedangnya ke atas tanah, manakala mata pedang itu pula dihadapkan ke dadanya. Lalu dia terus membenamkan mata pedang itu ke dalam dadanya.” “Dia melakukan perbuatan itu adalah karena dia tidak tahan menanggung kesakitan akibat dari luka yang dialaminya. Akhirnya dia mati bukan karena melawan musuhnya, tetapi bunuh diri. Melihat keadaannya yang parah, orang menyangka dia sebagai ahli surga. Tetapi dia menunjukkan dirinya sebagai penduduk neraka.” Menurut Rasulullah SAW lagi, sebelum dia mati, Qotzman mengatakan, “Demi Allah aku berperang bukan karena agama tetapi untuk menjaga kehormatan kota Madinah supaya tidak dihancurkan oleh kaum Quraisy. Aku berperang untuk membela kehormatan kaumku. Kalau tidak karena itu, aku tidak akan berperang.”

Monday, 2 January 2012

Sekilas Info Sejarah Tahun Baru 1 Januari

“Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke 46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah – sebuah wajahnya menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu.”,

Bulan Januari (bulannya Janus) juga ditetapkan setelah Desember dikarenakan Desember adalah pusat Winter Soltice, yaitu hari-hari dimana kaum pagan penyembah Matahari merayakan ritual mereka saat musim dingin. Pertengahan Winter Soltice jatuh pada tanggal 25 Desember, dan inilah salah satu dari sekian banyak pengaruh Pagan pada budaya kristen selain penggunaan lambang Salib Tanggal 1 Januari sendiri adalah seminggu setelah pertengahan Winter Soltice, yang juga termasuk dalam bagian ritual dan perayaan Winter Soltice dalam Paganisme.

Sosok dewa Janus dalam mitologi Romawi :

Dewa Janus sendiri adalah sesembahan kaum Pagan Romawi, dan pada peradaban sebelumnya di Yunani telah disembah sosok yang sama bernama dewa Chronos. Kaum Pagan, atau dalam bahasa kita disebut kaum kafir penyembah berhala, hingga kini biasa memasukkan budaya mereka ke dalam budaya kaum lainnya, sehingga terkadang tanpa sadar kita mengikuti mereka. Sejarah pelestarian budaya Pagan (penyembahan berhala) sudah ada semenjak zaman Hermaic (3600 SM) di Yunani

Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa , tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.

Bagi orang Persia yang beragama Majūsî (penyembah api), menjadikan tanggal 1 Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus.

Penyebab mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari raya adalah, ketika Raja mereka, ‘Tumarat’ wafat, ia digantikan oleh seorang yang bernama ‘Jamsyad’, yang ketika dia naik tahta ia merubah namanya menjadi ‘Nairuz’ pada awal tahun. ‘Nairuz’ sendiri berarti tahun baru. Kaum Majūsî juga meyakini, bahwa pada tahun baru itulah, Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan tinggi.

Di dalam perayaan kaum Majūsî menyalakan api dan mengagungkannya –karena mereka adalah penyembah api. Kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan khomr (minuman keras). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang yang tidak turut serta merayakan hari Nairuz ini, mereka siram dengan air bercampur kotoran. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.

*************************************

Sebaiknya kita (ISLAM) tidak perlu ikut ikutan merayakannya apalagi meniru budaya dari kaum kufar.

Firman Allah ini :
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya Qs 17:36

Sabda Rasulullah SAW:
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.

Followers

Networked Blogs

Allah