Suatu hari di gua Hira, Muhammad SAW tengah ber’uzlah, beribadah
kepada Rabbnya. Telah sekian hari ia lalui dalam rintihan, dalam doa,
dalam puja dan harap pada Dia Yang Menciptanya. Tiba-tiba muncullah
sesosok makhluk dalam ujud sesosok laki-laki. “Iqra!” katanya.
Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak dapat membaca!” Laki-laki itu
merengkuh Muhammad ke dalam pelukannya, kemudian mengulang kembali
perintah “Iqra!” Muhammad memberikan jawaban yang sama dan peristiwa
serupa pun terulang hingga tiga kali. Setelah itu, Muhammad dapat
membaca kata-kata yang diajarkan lelaki itu. Di kemudian hari, kata-kata
itu menjadi wahyu pertama yang yang diturunkan Allah kepada Muhammad
melalui Jibril, sang makhluk bersosok laki-laki yang menemui Muhammad di
gua Hira.
Sepulang dari gua Hira, Muhammad mencari Khadijah isterinya dan
berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!”. Ia gemetar ketakutan, dan saat
itu, yang paling diinginkannya hanya satu, kehangatan, ketenangan dan
kepercayaan dari orang yang dicintainya. Belahan jiwanya. Isterinya.
Maka Khadijah pun menyelimutinya, memeluknya dan mendengarkan curahan
hatinya. Kemudian ia menenangkannya dan meyakinkannya bahwa apa yang
dialami Muhammad bukanlah sesuatu yang menakutkan, namun amanah yang
akan sanggup ia jalankan.
**
Suatu hari dalam sebuah pelatihan manajemen kepribadian. Para
instruktur yang jugapara psikolog tengah mengajarkan berbagai terapi
penyembuhan permasalahan kejiwaan. Dari semua terapi yang diberikan,
selalu diakhiri dengan pelukan, baik antar sesama peserta maupun oleh
instrukturnya.
Namun demikian, mereka mempersilakan peserta yang tidak bersedia
melakukan pelukan dengan lawan jenis untuk memilih partner pelukannya
dengan yang sejenis. Yang penting tetap berupa terapi pelukan. Menurut
mereka, pelukan adalah sebuah terapi paling mujarab hampir dari semua
penyakit kejiwaan dan emosi. Pelukan akan memberikan perasaan nyaman dan
aman bagi pelakunya.
Pelukan akan menyalurkan energi ketenangan dan kedamaian dari yang
memeluk kepada yang dipeluk. Pelukan akan mengendorkan urat syaraf yang
tegang. Saya yang saat itu menjadi salah satu peserta, memilih
menggunakan pilihan kedua ini. Pelatihan itu, di kemudian hari
memberikan perubahan besar dalam stabilitas emosi dan kejiwaan saya.
**
Apa yang saya inginkan pertama kali ketika saya sedang bersedih,
marah atau apapun yang secara emosi mengguncang perasaan saya? Dipeluk
suami. Pelukan itu akan menenangkan saya, membuat saya nyaman dan tenang
kembali. Apa yang kami berdua lakukan setelah berantem? Saling memeluk.
Pelukan itu akan menurunkan tensi emosi di antara kami. Pelukan itu
akan merekatkan kembali ikatan cinta di antara kami setelah luka dan
kecewa yang sempat tertoreh. Pelukan itu, akan membuat kehidupan rumah
tangga kami menjadi makin mesra. Segala sedih, segala marah, segala
kecewa, dan segala beban hilang oleh kehangatan pelukan.
Pelukan itu, kemudian tidak hanya berlaku ketika saya terguncang
secara emosi. Setelah setahun lebih kami menikah, pelukan telah menjadi
satu kebiasaan dalam hari-hari kami. Hal pertama yang saya lakukan
ketika tiba di rumah sepulang dari kantor atau dari bepergian adalah
memeluk suami. Memeluknya erat-erat. Itu saja. Tak Lebih. Hal pertama
yang saya inginkan ketika saya bangun dari tidur adalah memeluk dan
dipeluk suami saya. Memeluknya kuat-kuat. Itu saja.
Bukan yang lainnya. Jika kami bangun pada jeda waktu yang tak sama,
maka ‘utang’ kebiasaan itu dilakukan setelah shalat lail atau shalat
subuh. Jika kami tidur di kamar yang berbeda, biasanya jelang subuh atau
habis shubuh, salah satu dari kami akan menyusul yang lainnya. Hanya
untuk satu hal saja: memeluk dan dipeluk.
Saat malam menjelang tidur, kami terbiasa tiduran dan saling memeluk,
berlama-lama sambil berbincang tentang aktifitas kami seharian. Ada
kata-kata yang minimal tiga kali sehari saya ucapkan kepada suami saya,
“I Love U” dan “Minta peluk!” Rasanya ada yang kurang jika kekurangan
pelukan dalam sehari. Pelukan memberiku rasa aman dan nyaman. Pelukan,
saya rasakan memberikan kehangatan yang tak tergantikan oleh apapun.
**
Berdasarkan hasil penelitian, kita butuh empat kali pelukan per hari
untuk bertahan hidup, delapan supaya tetap sehat, dan dua belas kali
untuk pertumbuhan. Jika ingin terus tumbuh, kita butuh dua belas pelukan
per hari. Pelukan berkhasiat menyehatkan tubuh. Pelukan merangsang
kekebalan tubuh kita. Pelukan membuat kita merasa istimewa. Pelukan
memanjakan sifat kekanak-kanakan yang ada dalam diri kita. Pelukan
membuat kita lebih merasa akrab dengan keluarga dan teman-teman.
Riset membuktikan bahwa pelukan dapat menyembuhkan masalah fisik dan
emosional yang dihadapi manusia di zaman serba stainless steel dan
wireless ini. Bukan hanya itu saja, para ahli mengemukakan bahwa pelukan
bisa membuat kita panjang umur, melindungi dari penyakit, mengatasi
stress dan depresi, mempererat hubungan keluarga dan membantu tidur
nyenyak. (The Aladdin Factor, Jack Canfield & Mark Victor Hansen.”)
Helen Colton, penulis buku The Joy of Touching juga menemukan bahwa
ketika seseorang disentuh, hemoglobin dalam darah meningkat hingga
suplai oksigen ke jantung dan otak lebih lancar, badan menjadi lebih
sehat dan mempercepat proses penyembuhan. Maka bisa dikatakan bahwa
pelukan bisa menyembuhkan penyakit “hati” dan merangsang hasrat hidup
seseorang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dikeluarkan oleh jurnal
Psychosomatic Medicine, pelukan hangat dapat melepaskan oxytocin, hormon
yang berhubungan dengan perasaan cinta dan kedamaian. Hormon tersebut
akan menekan hormon penyebab stres yang awalnya mendekam di tubuh.
Hasil hasil penelitian tersebut, memberikan keterangan ilmiah atas
kecenderungan dalam diri setiap manusia untuk mendapatkan ketenangan dan
kehangatan melalui pelukan. Penelitan tersebut memberikan fakta ilmiah
atas besarnya energi yang dapat disalurkan melalui pelukan.
Sayangnya, banyak dari kita dibesarkan dalam rumah yang di dalamnya
pelukan adalah sesuatu yang tidak lazim, dan kita mungkin merasa tidak
nyaman minta dipeluk dan memeluk. Kita mungkin pernah digoda sebagai “si
anak manja” jika sering memeluk atau dipeluk Ayah, Ibu atau saudara
kandung kita. Dan jadilah kita atau remaja-remaja kita saat ini, tumbuh
dengan kekurangan energi pelukan.
Bisa jadi, kekurangan energi pelukan ini adalah termasuk salah satu
faktor yang menyebabkan maraknya kasus ketidakstabilan emosi manusia
seperti yang terjadi belakangan ini: tingginya angka kriminalitas dan
narkoba pada golongan anak dan remaja, kesurupan di berbagai sekolah dan
sebagainya.
Dan bisa jadi, sesungguhnya solusi untuk mengurangi berbagai
permasalahan itu sebenarnya sederhana saja: Pemberian pelukan kasih
sayang yang banyak kepada anak-anak dari orang tuanya. Bukankah
Rasulullah sangat gemar memeluk isteri, anak, cucu, dan bahkan anak-anak
kecil di lingkungannya dengan pelukan kasih sayang? Bahkan pernah ada
satu kisah ketika Rasulullah mencium dan memeluk cucunya, seorang
sahabat menyatakan bahwa hingga ia punya 10 orang anak, tak satu pun
yang pernah ia curahi dengan peluk cium.
Rasulullah saat itu berkomentar, “Sungguh orang yang tidak mau
menyayang (sesamanya), maka dia tidak akan disayang.” (riwayat
Al-Bukhari)
Rasanya, sudah sangat cukup alasan bagi saya, untuk mencurahi anak saya nanti dengan pelukan kasih sayang. Insya Allah!
Tuesday, 24 January 2012
0 Comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)