”Mbak kuliah di mana?” tanya sopir angkot pada seorang mahasiswi yang
duduk di sebelah saya, tepat di samping sopir tersebut.“UPN pak”, jawab
sang mahasiswi singkat.
“Saya dulu juga ngambil Hukum di sebuah
universitas swasta”, ujar sang sopir, ”sebelum krisis saya sempat jadi
supervisor di pabrik minyak goreng, tapi sejak kena PHK akhirnya saya
nyopir, alhamdulillah ini angkot milik saya sendiri”.
“Oooh”, respon mahasiswi tersebut sambil manggut-manggut.
Saya yang semula asyik membaca buku jadi tertarik mendengarkan penuturan sopir tersebut. Sopir yang terpelajar, pikir saya.
Kebetulan saya suka mengkorelasikanantara gaya menyopir dengan karakter
sopir yang bersangkutan, kalau menyopirnya ugal-ugalan, suka ngebut,
ngerem mendadak, dan kerap membunyikan klakson keras-keras sudah bisa
ditebak kalau sopir tersebut tipikal emosional yang sangat berambisi
kejar setoran, terkadang tanpa mempedulikan kenyamanan penumpang.
Nah, untuk sopir yang satu ini gaya menyopirnya hati-hati, kecepatannya
ideal dan mengutamakan kenyamanan penumpang, tentu sudah bisa ditebak
kalau sang sopir tipikal orang yang sopan dan bertanggungjawab.
”Mbaknya turun di mana?” tanya sopir tersebut kepada saya, barangkali sudah feeling kalau diam-diam saya ikut mendengarkan.
”Perumahan IKIP pak?”, jawab saya.
Sebetulnya bukan sekali ini saya bertemu sopir angkot yang bergelar S1,
tapi naluri jurnalis saya rupanya tertarik untuk ’mewawancarai’ sopir
ini lebih dalam. Maka terlibatlah saya dalam sebuah diskusi yang cukup
seru dengan sopir tersebut.
Pak Heri, demikian nama sopir
tersebut, ternyata bukanlah seorang sopir biasa. Lewat ceritanya saya
tahu bahwa beliau hampir-hampir tak pernah absen untuk sholat tahajjud
dan sholat dhuha.
Bahkan ketika sedang ngetem di terminal pun,
jika adzan berkumandang tanda waktu sholat telah tiba, maka beliau tak
segan-segan untuk mengutamakan sholat berjamaah tepat waktu dan
meninggalkan sejenak pekerjaannya.
Meski tentu saja resikonya
beliau akan kehilangan beberapa penumpang yang tak bisa menunggu hingga
beliau menyelesaikan sholatnya.
Menanggapi hal tersebut beliau santai saja, ”Rezeki sudah ada yang ngatur mbak”, ujarnya ringan.
Ada lagi keistimewaan sopir terpelajar ini, cara beliau melayani
penumpang bisa dikategorikan excellent service, sangat memuaskan. Baru
kali ini saya bertemu sopir yang bersedia mengantarkan kembali seorang
penumpangnya yang kebablasan.
”Kasihan mbak, waktu itu orangnya
mau wawancara pekerjaan, sudah terlambat, dan nggak tahu lokasi
kantornya”, jawabnya berempati.
Tak hanya itu, pada penumpang
yang membayar ongkos di bawah tarif pun beliau tak pernah marah,
mengumpat, bahkan tak meminta ongkosnya ditambahi.
”Seikhlasnya aja mbak”, jawabnya enteng saat saya tanyakan alasannya.
Pak Heri tak hanya bersikap baik pada para penumpang, terhadap sesama
sopir pun akhlak beliau tak kalah baiknya. Saat berpapasan dengan sesama
sopir beliau selalu mengucapkan salam. Jika ada sopir lain yang melaju
di depannya beliau tidak akan menyalip untuk menyerobot penumpang jatah
mereka.
Bahkan beberapa hari yang lalu, saat jalanan macet akibat
aksi mogok kerja karyawan sebuah perusahaan, beliau rela menerima
operan penumpang dari sopir lain, tanpa meminta imbalan sepeser pun.
Justru beliaulah yang menyuruh sopir lain mengoperkan penumpangnya untuk
beliau antarkan ke tujuan.
Sungguh, belum pernah saya bertemu
dengan seorang sopir yang demikian ikhlas dan begitu menikmati
pekerjaannya. Sekalipun ilmu itsar atau mendahulukan kepentingan orang
lain telah saya ketahui sejak dulu, rasa-rasanya saya masih belum bisa
seperti beliau yang begitu rela berkorban untuk kemaslahatan orang lain.
Tak ada ketakutan bahwa rezekinya akan berkurang lantaran mendahulukan
kepentingan orang lain. Hingga saya menyaksikan sendiri betapa
teman-teman seperjuangannya, para sopir angkot JTK2 menjadi begitu segan
padanya.
Barangkali karena keikhlasan, pengorbanan, dan sikap
tawakkal beliau itulah yang membuat Allah senantiasa memberinya
kecukupan lewat rezeki yang berlimpah-limpah.
Berkat keuletan dan
kerja kerasnya, alhamdulillah Pak Heri kini telah memiliki kost-kostan
yang terdiri atas 11 kamar. Tak hanya itu, sopir yang unik ini rupanya
juga telah sukses dengan usaha beternak ayam kampungnya.
Kali
pertama saya menumpang angkot beliau, seingat saya usaha ternak ayam
kampung tersebut baru saja dirintis, kini setelah enam bulan berselang
jumlah ayam kampungnya telah mencapai puluhan ekor.
Menulis
kisahnya, membuat saya teringat akan sebuah firman Allah, Dan Katakanlah
: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui akan yang ghoib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. At Taubah : 105).
Allah Maha Tahu, Allah tak pernah tidur, terhadap orang-orang shalih
yang senantiasa menjaga keikhlasan, rela berkorban, dan tawakkal, maka
Allah tak akan segan-segan melimpahinya dengan rezeki yang cukup bahkan
berlimpah-limpah, dari arah yang tak disangka-sangka.
Subhanallah ...
Wallahu a'lam bish-shawab ...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)