Hari itu mendung tiba-tiba saja menutup langit. Dalam sekejap hujan
pun turun dengan lebatnya. Tiga orang pengembara yang saat itu sedang
berjalan bersama, cepat-cepat mencari perlindungan. Kebetulan ada sebuah
gua di depan mereka. Tanpa pikir panjang, ketiganya segera masuk dan
berteduh di dalamnya.
Hujan yang deras membuat tanah menjadi longgar, dan sebongkah batu
yang besar jatuh dari atas gua dan menutup lubang guanya. Ketiga
pengembara itu pun terperangkap di dalamnya.
Berkali-kali mereka mencoba mendorong batu itu, namun batu itu
terlalu berat sehingga sedikit pun tidak bergeser dari tempatnya.
Tiba-tiba salah seorang di antaranya berkata “Demi Alloh, tidak akan ada
yang menyelamatkan kita kecuali sifat jujur dan ikhlas. Marilah kita
berdoa kepada Alloh dengan perantara (wasilah) amal perbuatan yang
pernah kita lakukan dengan hati yang ikhlas. Semoga Alloh mau memberikan
pertolongannya.”
Mereka bergegas mensucikan diri kemudian mulai mengucapkan doa.
Pengembara pertama berdoa, “Ya Alloh, Engkau tahu bahwa hamba dulu
pernah memiliki seorang pekerja yang hamba upah dengan tiga gantang
padi. Suatu hari pekerjaku itu pergi tanpa mengambil upahnya. Maka aku
menyemai padi-padi itu hingga membuahkan hasil. Hasilnya kau belikan
seekor sapi yang kemudian beranak pinak. Saat pekerja itu datang dan
menagih upahnya, aku menyuruhnya mengambil semua sapi itu. Awalnya dia
menolak karena merasa upahnya hanyalah tiga gantang padi. Namun aku
bersikeras karena sapi-sapi itu berasal dari tiga gantang berasnya.
Ya Allah, jika Engkau tahu apa yang kulakukan itu hanya karena aku takut pada-Mu, maka keluarkan kami dari gua ini.”
Tiba-tiba batu besar itu bergeser sedikit, sehingga mereka bisa mengintip keluar dan mengetahui bahwa hujan telah berhenti. Pengembara kedua berdoa, “Ya Alloh, Engkau tahu bahwa aku memiliki
orang tua yang sudah tua. Aku begitu mencintai mereka. Setiap malam aku
membawakan mereka susu kambing yang kuperah sendiri. Suatu malam aku
terlambat memerah kambing dan mereka sudah tertidur saat aku tiba di
kamar mereka. Saat itu anak dan istriku sudah menangis kelaparan, namun
aku tidak mau mereka meminum susu kambing itu sebelum orang tuaku.
Sementara jau tidak berani membangunkan tidur mereka. Akhirnya aku
menungguinya hingga fajar tiba.
Ya Alloh, jika Engkau tahu apa yang kulakukan itu hanya karena aku takut pada-Mu, maka keluarkan kami dari gua ini.”
Batu besar itu kembali bergeser, membuat lubang yang cukup lebar, namun tidak cukup lebar untuk mereka keluar dari dalam gua.
Pengembara ketiga berdoa, “Ya Alloh, Engkau tahu bahwa aku memiliki
seorang sepupu perempuan yang sangat aku cintai. Aku sering menggoda dan
merayunya untuk berbuat dosa, namun ia selalu menolak. Suatu hari ia
datang untuk meminjam uang sebesar 100 dinar. Aku memberinya dengan
syarat dia harus memberikan kehormatannya. Dia terpaksa mengabulkanku
karena dia dalam situasi yang terdesak. Namun saat aku hampir melakukan
niatku, ia berkata ‘Bertaqwalah engkau kepada Allah, janganlah kau
merusak cincin kecuali sudah menjadi hakmu!’ Maka aku segera membatalkan
niatku.
Ya Allah, jika Engkau tahu apa yang kulakukan itu hanya karena aku takut pada-Mu, maka keluarkan kami dari gua ini.”
Akhirnya batu besar itu bergulir dan terbukalah mulut gua tersebut sehingga mereka dapat keluar dengan selamat.
Friday, 30 November 2012
0 Comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)