“Diantara tanda-tanda hati yang mati, ialah tidak ada rasa sedih,
apabila telah kehilangan kesempatan untuk melakukan taat kepada Allah,
tidak juga menyesal atas perbuatan (kelalaian) yang telah dilakukannya.”
Hati yang di dalamnya hidup keimanan akan merasa sedih apabila iman
dan taat itu hilang daripadanya. Hati yang beriman itu sangat menyesal
apabila melakukan maksiat. Hati sangat senang apabila ia telah
melaksanakan ketaatan.
Perbuatan manusia yang dikendalikan oleh hati yang beriman pasti
selalu menjurus kepada ketaatan dan bergegas meninggalkan kemaksiatan,
sehingga hatinya tidak gelisah oleh dosa, dan jiwanya tidak resah oleh
maksiat. Kejahatan yang selalu mencari peluang mendobrak benteng hati
insane, mampu menghancur-luluhkan benteng itu, apabila pertahanan iman,
yang menjaga beteng hati itu lemah.
Sebaliknya, benteng hati itu akan kokoh, walau dengan serbuan dan
dobrakan apapun, apabila iman yang menjadi perisai di dalamnya kokoh
kuat bagaikan batu karang di tengah samudra. Seorang hamba mukmin akan
terus-menerus mencegah masuknya kemaksiatan dan kekotoran di dalam
hatinya, membentenginya dengan amal ibadah. Ia harus merasa susah
dihinggapi dosa dan gembira apabila melakukan kebaikan. Dalam sebuah
Atsar. “Barangsiapa merasa senang menjalankan kebaikan, dan merasa sedih
menjalankan kejahatan, maka ia adalah orang beriman.” Sebaliknya, hati
yang suka dihinggapi kotoran kemaksiatan, tidak merasa sedih menjalankan
perbuatan maksiat dan kotoran jiwa, maka itulah hati yang mati dan
buta. Tanda Allah SWT ridha terhadap seorang hamba maka hatinya terang
benderang menerima kebaikan, dan mampu menghindari maksiat.
Kearifan hati itu dapat dilihat dari perbuatan manusia dalam
hidupnya. Hati yang hidup dan arif nampak pada wajah pemiliknya. Cahaya
wajah dan perilaku seperti mimic pada raut wajah pemilik, hati yang jauh
dari dosa dan bentuk maksiat, akan tampak dalam pembicaraan. Ucapan
seseorang terkias dengan jel;as dalam setiap susunan kata-katanya. Hati
yang terbuka oleh iman akan menunjukkan bunyi pada kalimat yang
diucapkan seseorang. Halus, jujur, ikhlas dan tidak berbelit.
Sebaliknya, hati yang hitam tertuitup oleh noda akan terbias dari semua
kalimat yang diucapkan, tak bisa ditutup-tutup. Itu semua adalah
gambaran tentang hati orang yang beriman. Hati yang beriman adalah hati
yang hidup, sedang hati yang jauh dari keimanan adalah hati yang mati.
Hati yang hidup oleh keimanan menumbuhkan kebaikan dan ketaatan, hati
yang tertutup dari keimanan akan menumbuhkan kejelekan dan kemaksiatan.
Sahabat Ibnu Mas’ud mengatakan, “Orang yang benar-benar beriman,
ketika melihat dosa-dosanya, seperti ia sedang duduk dibawah gunung. Ia
kuatir kalau-kalau puncak gunung itu jatuh menimpanya. Adapun orang
munafik, ia memandang dosa-dosanya seperti menghalau lalat di ujung
hidungnya.”
Orang beriman selalu memandang dosa dan kesalahan yang pernah ia
perbuat, seperti beban yang sangat berat rasanya, ia kuatir dosa dan
kesalahan akan membawa akibat yang jelek, serta menyiksa di hari
akhirat. Ia sangat berhati-hati. Kehati-hatian seperti ini adalah cahaya
iman yang masih bertahta dalam hatinya. Adapun orang munafik menganggap
dosa-dosa dan kesalahan yang pernah diperbuatnya, dengan anggapan bahwa
dosa-dosa dan kesalahan tidak mampu meruntuhkan kedudukannya atau
merusak dan menganiayanya, oleh karena ia menganggap dosa sangat enteng
baginya, tidak berarti apa-apa. Seperti mengusir lalat dari ujung
hidungnya saja. Perasaan seperti itu adalah perasaan orang-orang munafik
yang tidak mempedulikan kadar Iman dan Islam dalam membentuk pribadi
manusia.
Sekali lagi perasaan hati yang penuh dengan hiasan iman dalam
membentuk manusia muslim sangat mempengaruhi bagi perkembangan tingkah
laku manusia. Apakah ia suka kepada maksiat, atau ketaatan. Dua
perbuatan yang saling bertentangan ini memang bertahta dalam diri
manusia. Hanya iman dan ketaatan saja yang mampu memberi arah kepada
mansuia untuk memilih perbuatan mana yang diridhai Allah dan perbuatan
mana yang dimurkai-Nya.
Banyak hal yang perlu dipelajari oleh anak Adam tentang hatinya
sendiri. Sebab suatu saat hati bisa putih dan terang benderang, terbuka
dan hidup. Disaat lain hati bisa hitam pekat tertutup rapat- rapat dan
mati.
Waspadalah terhadap hatimu sendiri, agar iman tetap bertahta di
dalamnya, waspada pula terhadap pengaruh dari luar dirimu agar iman yang
sedang bersemi di hatimu tumbuh berkembang dan selalu dalam ketaatan.
Tidak terpengaruh oleh godaan setan yang selalu mencari peluang untuk
mengelabui iman yang ada dalam sanubarimu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)