Setelah berbagai usaha oleh kaum Quraisy untuk menghapuskan penyebaran agama Islam menemui kegagalan, maka Abu Jahal
semakin benci terhadap Rasulullah saw. Kebencian Abu Jahal ini tidak
ada tolok bandingnya, malah melebihi kebencian Abu Lahab terhadap
Rasulullah S.A.W.
Melihatkan agama Islam semakin tersebar, Abu Jahal pun berkata kepada
kaum Quraisy di dalam suatu perhimpunan, “Hai kaumku! Janganlah
sekali-kali membiarkan Muhammad menyebarkan ajaran barunya dengan sesuka
hatinya.
Ini adalah karena dia telah menghina agama nenek moyang kita,
dia mencela tuhan yang kita sembah. Demi Tuhan, aku berjanji kepada kamu
sekalian, bahwa esok aku akan membawa batu ke Masjidil Haram untuk
dibalingkan ke kepala Muhammad ketika dia sujud. Setelah itu,
terserahlah kepada kalian mau menyerahkan aku kepada
keluarganya atau kamu membela aku dari ancaman kaum kerabatnya. Biarlah
orang-orang Bani Hasyim bertindak apa yang mereka sukai.”
Tatkala mendengar jaminan daripada Abu Jahal, maka orang ramai yang
menghadiri perhimpunan itu berkata secara serentak kepadanya, “Demi
Tuhan, kami tidak akan sekali-kali menyerahkan engkau kepada keluarga
Muhammad. Teruskan niatmu.”
Orang ramai yang menghadiri perhimpunan itu merasa bangga mendengar
kata-kata yang diucapkan oleh Abu Jahal bahwa dia akan menghapuskan
Muhammad karena jika Abu Jahal berjaya menghapuskan Nabi Muhammad saw.
berarti akan terhapuslah segala keresahan dan kesusahan mereka selama
ini yang disebabkan oleh kegiatan Rasulullah S.A.W menyebarkan agama
Islam di kalangan mereka.
Dalam pada itu, terdapat juga para hadirin di situ telah
mengira-ngira perbelanjaan untuk mengadakan pesta sekiranya Nabi
Muhammad S.A.W berjaya dihapuskan. Pada pandangan mereka adalah mudah
untuk membunuh Nabi Muhammad S.A.W yang dikasihi oleh Tuhan Yang Maha
Esa serta sekalian penghuni langit. Padahal Allah tidak akan sekali-kali
membiarkan kekasih-Nya diancam dan diperlakukan seperti binatang.
Dengan perasaan bangga, keesokan harinya di sebelah pagi, Abu Jahal
pun terus pergi ke Ka'bah yaitu tempat biasa Nabi Muhammad S.A.W
bersembahyang. Dengan langkahnya seperti seorang ksatria, dia berjalan
dengan membawa seketul batu besar di tangan sambil diiringi oleh
beberapa orang Quraisy yang rapat dengannya. Tujuan dia mengajak
kawan-kawannya ialah untuk menyaksikan bagaimana nanti dia akan
menghempaskan batu itu di atas kepala Nabi Muhammad S.A.W.
Sepanjang perjalanan itu dia membayangkan bagaimana keadaan Nabi
Muhammad nanti setelah kepalanya dihentak oleh batu itu. Dia tersenyum
sendirian apabila membayangkan kepala Nabi Muhammad S.A.W pecah dan
tidak bergerak lagi. Dan juga membayangkan bagaimana kaum Quraisy
akan menyambutnya sebagai pahlawan yang telah berjaya membunuh musuh
nomer satu mereka.
Singkat cerita Abu Jahal tiba di perkarangan Masjidil Haram,
dilihatnya Rasulullah S.A.W baru saja sampai dan hendak mengerjakan
sembahyang. Dalam pada itu, Nabi Muhammad S.A.W tidak menyadari akan
kehadiran Abu Jahal dan kawan-kawannya di situ. Baginda tidak pernah
terfikir apa yang hendak dilakukan oleh Abu Jahal terhadap dirinya pada
hari itu.
Sebaik-baik saja Abu Jahal melihat Rasulullah S.A.W telah mulai
bersembahyang, dia berjalan perlahan-lahan dari arah belakang menuju ke
arah Nabi Muhammad S.A.W. Abu Jahal melangkah dengan berhati-hati,
setiap pergerakannya dijaga, takut disadari oleh baginda.
Dari jauh kawan-kawan Abu Jahal memperhatikan dengan perasaan cemas
bercampur gembira. Dalam hati mereka berkata, “Kali ini akan musnahlah
engkau hai Muhammad.”
Ketika Abu Jahal hendak menghampiri Nabi Muhammad S.A.W dan
mengayun batu yang dipegangnya itu, tiba-tiba secepat kilat dia mundur ke belakang. Batu yang dipegangnya juga jatuh ke tanah. Mukanya
yang tadi merah kini menjadi pucat pasi seolah-olah tiada berdaya
lagi. Rekan-rakannya yang amat senang untuk melihat Nabi Muhammad S.A.W
terbunuh, tercengang dan saling berpandangan.
Kaki Abu Jahal seolah-olah terpaku ke bumi. Dia tidak dapat
melangkahkan kaki walaupun setapak. Melihat keadaan itu,
rekan-rekannya segera menarik Abu Jahal dari situ sebelum disadari oleh
baginda. Abu Jahal masih terperanga dengan kejadian yang dialaminya.
Dia sadar dari kejutan peristiwa tadi, rekan-rekannya
tidak sabar untuk mengetahui apakah sebenarnya yang telah berlaku.
Kawannya bertanya, “Apakah sebenarnya yang terjadi kepada engkau, Abu
Jahal? Mengapa engkau tidak menghempaskan batu itu ke kepala Muhammad
ketika dia sedang sujud tadi?”
Akan tetapi Abu Jahal tetap membisu, rekan-rekannya semakin
keheranan. Abu Jahal yang mereka kenali selama ini seorang yang lantang
berpidato dan bersumpah membunuh Nabi S.A.W, tiba-tiba saja diam
membisu.
Pada saat itu, Abu Jahal masih terbayang-bayang akan kejadian yang
baru menimpanya tadi. Dia seolah-olah tidak percaya dengan apa yang
dilihatnya, malah dia sendiri tidak menyangka perkara yang sama akan
berulang menimpa dirinya. Perkara yang sama pernah menimpa Abu Jahal sewaktu Rasulullah S.A.W
pergi ke rumah Abu Jahal apabila seorang Nasrani mengadu kepada baginda
bahwa Abu Jahal telah merampas hartanya. Pada masa itu Abu Jahal tidak
berani berkata apa-apa pada baginda apabila dia terpandang dua ekor
harimau menjadi pengawal peribadi Rasulullah S.A.W.
Kemudian setelah habis mereka menghujani Abu Jahal dengan berbagai pertanyaan, maka Abu Jahal pun mulai bersuara, “Wahai sahabatku! Untuk
pengetahuan kamu semua, tadi aku menghampiri Muhammad hendak
menghempaskan batu itu ke kepalanya, tiba-tiba muncul seekor unta yang
besar hendak menendang aku. Aku amat terkejut kerana belum pernah
melihat unta yang sebegitu besar seumur hidupku. Sekiranya aku teruskan
niatku, niscaya akan matilah aku ditendang oleh unta itu, sebab itulah
aku mundur dan membatalkan niatku.”
Rekan-rekan Abu Jahal berasa amat kecewa mendengar penjelasan itu,
mereka tidak menyangka orang yang selama ini gagah dan bersenang-senang hendak
membunuh Nabi Muhammad S.A.W hanya tinggal kata-kata saja. Orang yang
selama ini diharapkan bisa menghapuskan Nabi Muhammad S.A.W dan
pengaruhnya hanya berupaya bercakap seperti tong kosong saja.
Setelah mendengar penjelasan dari Abu Jahal yang tidak memuaskan hati
itu, maka mereka pun berkata kepada Abu Jahal dengan perasaan
keheranan, “Ya Abu Jahal, semasa kau menghampiri Muhammad tadi, kami
memperhatikan engkau dari jauh tetapi kami tidak melihat unta yang
engkau katakan itu. Malah bayangannya pun kami tidak nampak.”
Rekan-rekan Abu Jahal mulai sangsi dengan segala keterangan yang
diberikan oleh Abu Jahal. Mereka menyangka Abu Jahal sentiasa
mereka-reka cerita itu, mereka mulai hilang kepercayaan
terhadapnya. Akhirnya segala kata-kata Abu Jahal tidak mereka percayai
lagi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)